COMPARE ISLAMIC EDUCATION OF INDONESIA WITH THAILAND
COMPARE ISLAMIC EDUCATION OF INDONESIA WITH THAILAND
Hanik Munadifah1,
1,2Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan IAI Al-Khoziny
Email: nadifah.hnh30@gmail.com
Abstrak
Islam masuk ke Thailand sekitar abad
ke-16 M yang dibawa oleh pedagang dari Arab dan india. Merupakan negara di
wilayah Asia Tenggara yang berbentuk Monarki Konstitusi. Perkembangan islam di
Thailand hanya ada di daerah Pattani yang merupakan islam minoritas yaitu
sekitar 19% dari penduduk Thailand yang mayoritas agama Budha. Pendidikan islam
di Thailand hanya diajarkan di Madrasah ibtidaiyah, madrasah tsanawiyah, Aliyah
dan pondok pesantren serta universitas islam di Thailand. Pembelajaran yang
dipelajari yaitu al-qur’an, tafsir, tasawuf. Kebijakan pemerintah memberi
pembatasan perkembangan Pendidikan islam dengan memberikan kebijakan ketat
terhadap Pendidikan islam. Kebudayaan islam di Thailand sangat dipengaruhi oleh
budaya melayu yang menjadi mayoritas muslim di Thailand.
Kata kunci: Perbandingan Pendidikan Islam,
Thailand
Abstrack
Islam entered Thailand around the 16th
century AD brought by traders from Arabia and India. Is a country in Southeast
Asia in the form of a Constitutional Monarchy. The development of Islam in
Thailand is only in the Pattani area, which is a Muslim minority, which is
about 19% of the Thai population, which is predominantly Buddhist. Islamic
education in Thailand is only taught at Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah
Tsanawiyah, Aliyah and Islamic boarding schools and universities in Thailand.
The lessons learned are the Koran, interpretation, Sufism. Government policies
limit the development of Islamic education by providing strict policies on
Islamic education. Islamic culture in Thailand is strongly influenced by Malay
culture, which is the majority of Muslims in Thailand.
Key Word : Comparison of Islamic Education,
Thailand
I. Pendahuluan A. Latar Belakang
Thailand adalah sebuah Negara di wilayah
Asia Tenggara yang berbentuk Monarki Konstitusi (suatu pemerintahan yang
didirikan di bawah sistem konstitusional yang mengakui Raja, Ratu, atau Kaisar
sebagai kepala negara). Islam masuk di Thailand diperkirakan sekitar abad ke-10
atau ke-11 dibawa oleh pedagang Arab dan India. Islam pernah berkuasa di
wilayah Pattani sejak berdirinya Kerajaan Islam Patani abad ke-14.
Namun, sejak berada dalam kekuasaan
Kerajaan Siam, hingga sekarang umat Islam menjadi minoritas dan terdiskriminasi
oleh pemerintahan Thailand. Muslim Thailand sebagian besar tersebar di empat
propinsi bagian selatan, yaitu Pattani, Yala, Narathiwat dan Satun. Mereka
kerap memperoleh problem dan kekerasan oleh pemerintah. Hingga saat ini Muslim
Thailand terus berjuang untuk memperoleh hak-haknya.
Budaya, bahasa serta kegiatan agama dan
Pendidikan sangat dipengaruhi oleh budaya Melayu yang menjadi etnis muslim
terbanyak di Thailand. Sekalipun pemerintah memiliki kebijakan tersendiri pada
masyarakat muslim Thailand membawa dampak pada perkembangan pendidikan islam di
Thailand, namun perkembagan islam tetap mengalami kemajuan walaupun tidak
telalu signifikan.
II. PEMBAHASAN A. Pendidikan Agama
Islam di Thailand 1. Biografi Thailand
Thailand atau Patani yang
merupakan bagian wilayah Thai sejak tahun 1909, kemudian Ibu kota negara Thai
dipindahkan ke Bangkok. Sistem pemerintahan menganut monarki konstitusional
yang dikepalai oleh seorang raja dan kepala pemerintahannya dipegang oleh
perdana menteri.
Negara ini berbatasan dengan;
sebelah utara dengan Laos dan Myanmar, sebelah selatan dengan Malaysia dan
Teluk Siam, sebelah timur dengan Laos dan Kamboja, sebelah barat berbatasan
dengan
Myanmar
dan Laut Andaman.[1]
Bahasa resmi Thailand adalah Thai,
sementara
bahasa lainnya yang digunakan adalah Inggris. Mata uang yang digunakan
adalah bath. Lagu kebangsaan “Phleng Chat”. Thailand merupakan penghasil beras
yang terbanyak sehingga disebut dengan “lumbung padi”. Jumlah penduduk Thailand
mencapai kurang lebih 69.799.978 jiwa.2 Menurut data statistik
terbaru, jumlah kaum Muslim di Thailand mencapai 4,6 persen atau sekitar 4 juta
dari total 65 juta penduduk Thailand.[2]
2. Proses Masuknya dan perkembangan Islam
di Thailand
Islam masuk ke Patani lewat jalur perdagangan
yang berasal dari Arab dan Persia sekitar abad ke-16. Kemudian islam berkembang
ke penduduk pesisir pantai dan pedagang yang ada hingga berlanjut pada jalur
perkawinan dengan penduduk lokal sehingga muncullah perkampungan muslim di
Thailand.
Perkembangan selanjutnya terdapat
pengaruh raja Phya Tu Nakpa yang masuk Islam dan mengganti namanya menjadi Raja
Ismail Syah dan mengganti nama kerajaannya menjadi kerajaan Islam Malayu Patani
Darussalam pada tahun 1500-an.4 Sejak saat itu Raja ismail Syah
memerintahkan kepada para pejabat untuk ikut masuk islam sehingga islam mulai
berkembang pesat dengan jalur politik.
Bagi negara Thai, Melayu Patani
yang ada di bagian Selatan mendapat julukan sebagai Kheik atau Khack yang
artinya orang luar atau pendatang/orang yang menumpang.[3]
Daerah bagian Patani
Selatan
dengan umat muslim terletak di tiga provinsi yakni Patani, Yala dan Nuruthiwat
ditambah dengan sebagian Satun dan
Songkhla.[4] Umat muslim di Patani merupakan
gabungan dari
beberapa
etnis, seperti Persia, Kamboja, Bengali, India, Pakistan, Cina dan Melayu.
Populasi Melayu merupakan bagian terbesar muslim di Thailand.7 Di
Pattani populasi Muslim mencakup 80% dari keseluruhan Muslim di Thailand.8
Sedangkan, Ulama dan para cendekiawan mengajar para kerabat kerajaan di
Istana dengan berbagai macam keahlian yang dimilikinya. Ulama dari tanah Jawa
sebagai pengajar al-Qur’an dan kitab yang berbahasa Jawi.9 Begitu
juga halnya dengan ulamaulama lainnya dengan mengajar ilmu-ilmu keislaman dan
ilmu lainnya dengan karakter yang berbeda-beda. Antusias kerabat di kerajaan
membuat para ulama menginginkan pembaharuan untuk mengajarkan Islam dengan
mendirikan pondok di wilayah-wilayah Patani.
Pondok didirikan di Patani dari wilayah-wilayah Patani terjadi pada abad
ke 17. Ulama yang pertama kali mendirikan pondok di
Patani
berasal dari Jawa, Wan Husein dan salah satu anak murid dari Sunan Ampel.[5] Beberapa Ulama yang berpengaruh di
Patani, diantaranya; Syed Daud Al-Fathoni, Syed Zainal Abidin Al-Fathoni dan
Syed Daud Al-Fathoni, Syeikh Muhammad Zain bin Mustafa alFathani, Syeikh Abdul
Qadir bin Mustafa al Fathani, Syeikh
Nik Mat Kecil al-Fathani, Syeikh Abdul Qadir bin
Mustafa al
7 Abdul Matin Bin Salman, “Pemikiran dan Model Gerakan Islam
Minoritas Thailand (Studi
Antropologi-Fenomenalogi)”
(Laporan Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Institut Agama
Islam NegeriSurakarta, 2015), 2.
8 Bayu Mitra Adhyatma Kusuma dan Theresia Octastefani, Pattani
United Liberation Organization: FromJihad to Local Politics Movement
[Organisasi Pembebasan Pattani Bersatu: Dari Jihad ke Gerakan Politik
Lokal],dipresentasikan di National Conference and Call for Papers Universitas
17 Agustus 1945 Jakarta, (Jakarta, 25-26 Februari 2016), hlm. 2.
9 Che Mohd Aziz Yaacob, “The Assimilation Of The Malays In
Patani: The Effectiveness Of
Policies And Survival Of The Minority Culture,” Jebat:
Malaysian Journal of History, Politics &
Strategy 39, no. 1 (2012): 98–125. Unknown, “Sejarah
dan Perkembangan Islam di Thailand,” SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ISLAM DI THAILAND
~ Amanat Penderitaan Rakyat
Patani (AMPERA PATANI)
(blog), 1 Februari
2018,
https://amperapatani1992.blogspot.com/2018/02/sejarah-dan-perkembangan-islam-di.html
Fathani,
Syeikh Nik Mat Kecik al-Fathani dan Syeih Abdur Rahman
Gudang al-Fathani”.11
Ulama-ulama yang terkemuka
tersebut dikenal pada era masa ke-19 M. Sebutan ulama di Patani disebut sebagai
tok guru.12 Pondok yang didirikan oleh tok guru di Patani untuk
mengajarkan kepada masyarakat Patani maka di samping sebelah pondok atau
berdekatan dengan pondok terdapat masjid, surau atau mushalla.13
Masjid dan surau merupakan lembaga pendidikan tradisional setelah pondok di
laksanakan. Di samping-samping masjid dijadikan juga tempat mengajar bagi
masyarakat Patani. Hampir setiap hari pengajaranpengajaran dilakukan dengan
pembelajaran yang berbeda, baik pada malam hari setelah magrib dan isya, waktu
shubuh maupun waktu ashar. Setiap harinya dilaksanakan pengajian-pengajian dan
menelaah kitab-kitab klasik yang diajarkan di pondok-pondok Patani. Pada siang
hari, sambil menunggu waktu shalat dzuhur dan ashar, sekaligus melaksanakan
shalat berjama’ah, maka masjid dijadikan tempat untuk membaca al-Qur’an,
belajar kitab Jawi, Barzanji, belajar imam shalat.[6]
Kitab-kitab Arab Jawi dengan bahasa Melayu yang masih diajarkan, seperti kitab
Mathla’ al-badrain, kitab alJauhar al-Mauhub, kitab Lum’ah al-Aurad dan
kitab-kitab klasik lainnya.[7]
Kitab-kitab tersebut masing-masing dikarang oleh ulama-ulama Patani di era
masanya yang masih digunakan di pondok Patani sampai sekarang.
Pembelajaran yang diajarkan di Pondok Patani
dari usia 3-16 tahun terdiri dari membaca al-Qur’an sekaligus menghapal,
belajar dan menulis bahasa Melayu dan Arab. Kemudian, mata pelajaran yang masuk
dalam kurikulum pondok terdiri dari tafsir, tata bahasa,
11 Siti Fauziah, “Sejarah
Perkembangan Pendidikan Islam di Thailand Selatan (Patani) Pada Abad Ke XVII sampai XX M” (Skripsi
tidak diterbitkan, Syarif Hidayatullah, 2011).
12 Wayeekao, “Berislam dan
Bernegara bagi Muslim Patani: Perspektif Politik Profetik.
13 Anthony D. Medrano, “Islamic
Education in Southern Thailand” 7, no. 2 (2007): 60
“tauhid, syari’ah, fikih, usul fikih, akhlak, tarikh,
nahu saraf, tasawuf, dan falak”. Sumber kitab yang diajarkan diambil dari
sumber referensi dari kitab khazanah pemikiran Islam klasik.16 Para
santri yang belajar di pondok Patani menggunakan kain sarung, baju Melayu,
kopiah putih.17 Sebagian besar, pendidikan yang diajarkan di pondok
jauh dari paham-paham radikal seperti Wahabi maupun Salafi.18 Hampir
secara keseluruhan anak-anak dari Patani di pondokkan oleh oleh orang tuanya,
karena lulusan pondok di Patani diakui oleh masyarakat sebagai penerus ulama selanjutnya untuk
mengajarkan ilmu-ilmu agama dan membawa dampak positif bagi tingkah laku
anak.
Hasil lulusan pondok di Patani
yang dikirim oleh orang tua Patani, maka menjadi prioritas dipilih masyarakat
sebagai pemimpin masyarakat, misalnya dalam hal jabatan keagamaan, seperti
Imam, Khatib, Bilal dan jabatan lainnya di masjid dan menjadi Tok Lebai.[8]
3. Gambaran
umum budaya dan kondisi masyarakat islam di Thailand
Pada awalnya Pattani merupakan
kerajaan berdaulat yang terletak di wilayah selatan Thailand dengan mayoritas
penduduk etnis melayu yang dipimpin oleh Sultan Sulaiman. Pada saat itu Kerajaan Siam terus menerus
berusaha menguasai Pattani dengan cara agresi namun selalu gagal. Hingga pada
pemerintahan Sultan Muzhaffar, Pattani menuju zaman keemasannya sehinnga
sehingga semakin
16 Sodiqin, “Budaya Muslim Pattani (Integrasi, Konflik dan Dinamikanya).” Faculty of Law,
Thailand
and the Islam World (Bangkok: Chulalongkorn, t.t.)
17 Hikmah, “PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM.”
18 Joseph Chinyong Liow, Islam,
Education, and Reform in Southern Thailand: Tradition & Transformation
(Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 2009)
menarik Siam untuk kembali menyarang Pattani dan
akhirnya dapat menguasainya setelah perang bertahun tahun.[9]
Kerajaan Siam begitu bernafsu
untuk segera menguasai wilayah Kesultanan Pattani karena karena daerah Pattani
merupakan daerah yang maju dan strategis untuk disinggahi ataupun untuk
kegiatan niaga. Dari sinilah awal mula benturan yang melibatkan kelompok etnis
Melayu Muslim dengan Thai Budha yang disokong oleh kebijakan represif
pemerintah Thailand dimana benturan tersebut masih terjadi sampai saat ini.
Dengan demikian dapat dikatakan bawa titik mula konflik berkepanjangan Thailand
adalah kebijakan yang tidak bijak dari Pemerintah Thailand dalam mengatur warga
negaranya.
Kebijakan atau policy menurut
Carl Friedrich seperti dikutip oleh Solichin Abdul Wahab menyatakan bahwa
kebijakan ialah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang disusulkan oleh
seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan
dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluangpeluang untuk
mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diiinginkan.[10]
Lebih lanjut Wiilam Dunn
mengemukakan bahwa kebijakan publik atau public policy adalah rangkaian Panjang
pilihan-pilihan yang kurang lebih berhubungan, termasuk keputusan untuk tidak
berbuat, yang dibuat oleh kantor-kantor atau badan-badan pemerintah.[11]
Atau secara singkatnya, Thomas R. Dye
mengemukakan bahwa pengertian dasar kebijakan publik
adalah apa yang tidak dilakukan maupun dilakukan oleh pemerintah.[12]
Dalam tatanan sosial, Muslim di
Thailand mendapatkan julukan yang kurang pantas yaitu khaek yang berarti orang luar, pendatang atau
tamu. Meskipun pada mulanya khaek merupakan istilah untuk makro-etnis bagi orang selain Thai
tapi lama kelamaan istilah tersebut dipakai pemerintah untuk mendeskripsikan masyarakat Melayu
Muslim di Thailand
Selatan.[13]
Pergolakan menahun antara Melayu Muslim minoritas dengan pemerintah Thailand
menurut Patrick Jory, sebenarnya adalah perseteruan dua etnis, yaitu Melayu
dengan etnis Thai sebagai mayoritas. Hal ini karena pada masa kolonial,
pemerintah berusaha untuk menghilangkan istilah Malay (Melayu) pada masyarakat
Thailand selatan dan menggantinya menjadi “Thai-Muslim” atau “Thai-Islam”.
Karena identitas melayu akan memberikan kekuatan menumbuhkan semangat
nasionalisme dan memicu upaya untuk berpisah dari pemerintah Thailand.[14]
Muslim di Thailand pada dasarnya
dibedakan menjadi dua kelompok yaitu golongan yang terasimilasi (assimilated group) dan golongan yang
tidak terasimilasi (unassimilated group).
Kebijakan asimilasi budaya di Kerajaan Thailand mulai berlaku pada masa
pemerintahan Jenderal Phibul Songkhram (1938-1944 dan 1947- 1957), kebijakan
nasionalisasi budaya Thailand menjadi kebijakan primer negara. Dimulai dari
upaya untuk mengasimilasikan bahasa dan budaya Thailand di seluruh penjuru
Thailand, termasuk di wilayah selatan yang kemudian menciptakan resistensi dari
masyarakat Melayu Muslim yang berbahasa Melayu. Di tahun 1940 diterapkan aturan
tertentu tentang cara berpakaian dengan pakaian gaya barat dan kewajiban
mengadopsi nama Thai jika seorang
Melayu
Muslim hendak memasuki sekolah negeri atau Ketika hendak
melamar pekerjaan pada instansi pemerintah. Akibatnya
banyak Melayu Muslim yang gagal masuk sekolah negeri untuk mengakses pendidikan.
Di dalam sekolah pun masyarakat Melayu Muslim dilarang menggunakan bahasa
Melayu dalam percakapan sehari-hari. Kebijakan Phibul Songkhram tersebut
didukung oleh sistem politik di Thailand yang absolut dan tak tersentuh. Sistem
tersebut dalam pemerintahan Thailand disebut politik birokrasi dimana
pemerintahan mengontrol kehidupan Malayu Muslim secara ketat. Kebijakan
tersebut pada dasarnya adalah untuk menghilangkan identitas muslim Thailand
khususnya mencegah perlawanan di wilayah Selatan.
Dalam kaitannya dengan masyarakat
Muslim Thailand, pemerintah Thailand menerapkan kebijakan asimilasi budaya yang
sangat mengekang kebebasan hidup masyarakat Muslim Thailand. Kebijakan tersebut
secara garis besar berisi tentang keputusan Pemerintah Thailand menjadikan Thai
Budha sebagai identitas dan kebudayaan tunggal negara. Akibat
diimplementasikannya kebijakan tersebut, masyarakat Melayu Muslim di Thailand
berada pada kondisi yang tertekan. Kebijakan tersebut mengakibatkan culture shock karena masyarakat Muslim
di Thailand harus merubah cara hidup mereka secara drastis dan berlawanan
dengan cara hidup mereka sebelumnya. Terlebih penerapan kebijakan tersebut juga
disertai dengan paksaan dan ancaman dari pemerintah. Kondisi sosial tersebut
tentunya mengakibatkan dampak psikologis yang berat dan berkepanjangan terhadap
masyarakat Muslim di Thailand.
Selain Phibul Songkhram, pemimpin
Thailand lainnya yang juga sangat diskriminastif terhadap Muslim adalah Perdana
Menteri Thaksin Shinawatra. Thaksin Shinawatra mengeluarkan sebuah kebijakan
represif terhadap muslim di Thailand selatan.
Dalam upaya penyelesaian konflik
di selatan, Raja Thailand sebenarnya memerintahkan kepada para birokrat negara
untuk menempuh jalur pendekataan kesejahteraan. Tapi Thaksin Shinawatra justru memberlakukan
darurat militer yang diterapkannya sejak 5 Januari 2004 yang lebih
diskriminatif adalah pernyataan Thaksin bahwa orang Thailand adalah mereka yang
beragama Budha, kalaupun tidak beragama Budha mereka harus menggunakan bahasa
Thai. Jadi apabila seseorang memeluk agama Islam, menurut perpektif Thaksin
orang tersebut bisa disebut orang Thai hanya jika menggunakan Bahasa Thai.
Sedangkan apabila seseorang beragama Budha, menggunaklan bahasa apapun tetaplah
dianggap sebagai orang Thai.
Sekalipun demikian Bahasa melayu
tetap digunakan oleh penduduk Thailand selatan terutama dibagian pinggiran
pantai yang kebanyakan berasal dari Melayu. Kemudian untuk kebudayaan melayu
yang masih diterapkan di Thailand seperti Seni bina Masjid, pakain ada baju
kurung, baju kebudayaan, baju bandung dan baju telukbelanga, bidang hiburan,
mempunyai Mak yong, Wayang kulit, Layang-layang, pintu gerbang dan adat
istiadat orang melayu berpegang dengannya. antara adat yang masih dilakukan
oleh orangorang melayu ialah adat mandi 37 Safar, adat bermain pantai, adat
menyembah pantai, adat menziarahi kubur, adat bernazar dam melepas nazar, adat
berinai, adat turun tanah, adat bergotong royong, adat meminang, adat membelah
mulut, adat berlimau, adat bunga telor dan sebagainya (Ismail Awang, 1996: 10)
Mengetahui bahasa dan adat dari
masyarakat Malayu yang masih dipegang erat oleh warga muslim Thailand sangat
bertolak belakang dengan perspektif Thaksin yang tentu saja pernyataan tersebut
memancing polemik yang lebih besar. Kondisi tersebut menciptakan stigma bahwa
Muslim adalah kelompok kriminal dibalik agama. Hal tersebut pada akhirnya
menjadi alasan bagi militer Thailand untuk men-deploy operasi militer di
wilayah selatan. Apa yang terjadi terhadap Melayu Muslim di Thailand dapat dikatakan
sebagai kekerasan kultural. Kekerasan kultural yang dimaksud adalah aspek
budaya, ranah simbolik eksistensi kita ditunjukkan oleh agama dan ideologi,
bahasa dan seni, ilmu pengetahuan yang bersifat empirik dan ilmu pengetahuan
yang bersifat formal yang dapat digunakan untuk menjustifikasi atau
melegitimasi kekerasan langsung atau struktural.
Sampai saat ini minoritas Melayu
Muslim di Thailand masih jauh dari kelapangan dalam menjalani hidup. Karena
mereka tetap menjadi minoritas yang terus mendapatkan tekanan dan diskriminasi
yang tiada henti.
4. Perkembangan Pendidikan Islam di
Thailand
Sistem Pendidikan Tradisional
Melayu adalah sistem yang muncul di Patani, sejak abad ke-17 dengan institusi
seperti madrasah dan masjid. Masjid bukan hanya sebagai tempat beribadah,
tetapi juga pusat pengajian dan penyebaran agama Islam.
Perkembangan Pendidikan islam di
Pattani terlaksana melalui system pondok. Guru yang mengajar dikenal dengan
“Tuan Guru” yang diakui keilmuannya untuk mengajar pembembelajaran agama.
Sedangkan pelajar atau santri dari pondok dikenal dengan “Tuk
Pake” [15]
Madrasah pertama yang tercatat
didirikan di patani adalah Madrasah modern Al-Maarif Al-wathaniah Fathoni yang
didirikan tahun 1933 yang memepelajari ilmu tasawuf dan tafsir.
Ada beberapa metode pengajaran di
pondok patani yaitu:[16]
a. Metode Serogan
Maksudnya suatu metode belajar
secara individual di mana seorang santri berhadapan dengan seorang guru,
terjadi interaksi saling mengenal di antara keduanya. Seorang kiai atau guru menghadapi
santri satu persatu secara bergantian. Pelaksanaannya,
santri yang banyak itu datang bersama, kemudian
mereka antri menunggu giliran masing-masing.
b. Metode Bandungan
Metode ini sering disebut dengan
halaqah, di mana dalam pengajian, kitab yang dibaca oleh kiai hanya satu,
sedangkan para santrinya membawa kitab yang sama, lalu santri mendengarkan dan
menyimak bacaan kiai. Orientasi pengajaran secara bandungan ini, lebih banyak
pada keikutsertaan santri dalam pengajian.
c. Metode Weton
Yaitu pembelajaran yang
dilaksanakan sewaktu-waktu sesuai keadaan namun secara berkala.
Untuk sekarang Pemerintah Thai
menerapkan kebijakan bagi pondok yang masih ingin beroperasi di Patani.[17]
Pondok yang ingin beroperasi maupun lembaga pendidikan keagamaan lainnya maka
diwajibkan oleh pemerintah Thai untuk mendaftarkan lembaga pendidikannya secara
resmi kepada pemerintah di bawah akta “Rong Rian Rasd Sorn Islam” (Sekolah
Swasta Pendidikan Agama Islam).
Bagi sekolah Islam yang
mendaftarkan di bawah akta “Rong Rian
Rasd Sorn Islam”, maka secara otomatis dipantau oleh
Kementerian Pendidikan Nasional Patani.[18]
Lembaga pendidikan Islam yang
telah terdaftar, maka segala kebijakan sepenuhnya dinaungi oleh pemerintah
Thai, misalnya mendapat bantuan dari pemerintah, mengubah nama pondok menjadi
madrasah atau “Sekolah Agama Rakyat” dan menambah mata pelajaran umum. Mata
pelajaran agama diajarkan pada pagi hari, dengan tingkat ibtidaiyyah,
Mutawassithah dan Tsanawiyah, sementara mata pelajaran umum diajarkan pada sore
hari dengan
tingkat M1-M3 (SMP) dan M4-M6 (SMA). Bahasa yang
digunakan terdiri tiga bahasa, yakni bahasa Melayu, bahasa Arab dan bahasa
Thai.30 Adapun manajemen dari system pendidikan adalah dibawah satu
atap, pengelolannya, administratifnya, tenaga pendidiknya dan jenis
kurikulumnya, masing-masing dua kelompok dengan dua tujuan pada siswa yang
sama, kecuali dalam hal kepemimpinan masih dalam naungan ulama Patani.31
Pemerintah Thai dengan melakukan
pembaharuan dalam bidang pendidikan dengan dua model, pertama model ciri khas
pondok dan model yang kedua, ciri khas Thai. Dengan tujuan untuk mengantisipasi
paham-paham radikal dari golongan separitis yang bersarang di pondok, tetapi
untuk memberitahukan kepada masyarakat Patani, bahwa mata pelajaran umum lebih
menjawab tantangan dunia kerja dibandingkan agama. Agama hanya untuk menjadi
guru spiritual yang orientasinya dalam dunia kerja sangat minim sekali,
lebih-lebih tidak adanya dukungan kerajaan Thai terhadap Patani.
Akan tetapi, kebijakan-kebijakan
yang diterapkan oleh Thai untuk lembaga pendidikan Islam di Patani, sebagian
pondok masih menginginkan ciri khasnya seperti dahulu tanpa ada campur tangan
dari pemerintah. Tipe Pondok seperti ini merupakan pondok yang dimiliki oleh
tok guru dengan modal yang besar atau seorang tok guru yang kaya. Namun untuk
jenis pondok seperti ini
30 Jehwae,
“Dilema Bahasa Melayu Sebagai Bahasa Pengantar Pembelajaran di Pondok Pesantren
Patani Thailand Selatan.”. Helena Agustin, “Integrasi
Sistem Pendidikan Dualistik di Thailand Selatan dan Implikasinya Terhadap
Penerapan Pendidikan Agama (Studi Kasus di Rongrian Thamvitya Mulniti Muang
Yala)” (Skripsi tidak diterbitkan, IAIN Purwokerto, 2018), 2–3. Surin Pitsuwan,
Islam di Muangthai: Nasionalisme Masyarakat Patani (Jakarta: LP3ES, 1989), 140.
Marwan Al-Fathoni, “Menelusuri Jejak Islam Dan Pesantren Di Patani,”
Beritalangitan.Com (blog), 10 Maret 2016, https://beritalangitan.com/pesantren/menelusuri-jejak-islam-dan-
pesantren-di-patani-1/.Imtiyaz Yusuf, “Aspects Of Islam in Thailand Today,”
Regional Issues, t.t 31 Mr. Mayoosan Kaling, “Sistem Pendidikan
Agama Islam di Pattani Thailand Studi Kasus Pada
Sekolah Sasnasuksa (Sayap) Tahun 2013-2014” (Publikasi
Ilmiah, Muhammadiyah Surakarta, 2015), 1–4. Musri Kanango, “Pembelajaran
Pendidikan Agama Islamdi Tingkat Tsanawiyah Sekolah Piraya Nawin Klonghin
Witthaya (Patani Selatan Thailand)” (Skripsi tidak diterbitkan,
Institut Agama Islam Negeri Tulungagung, 2017)
maka pemerintah bertindak acuh tak acuh dan melarang
warga Patani tidak sekolah di ponok tersebut.
Komite Negara Urusan untuk seluruh
Thailand dikepalai oleh Sheikh-Islam tertinggi tidak dipilih oleh Muslim tetapi
diangkat oleh Negara. Ada sekitar empat ratus sekolah Muslim (pondok atau
pasantren). Islam tidak diajarkan di sekolah negeri, pemerintah mendirikan
lembaga Pendidikan Islamnya sendiri, dan sebuah perguruan tinggi Islam. Jadi
pemerintah berusaha mengendalikan pendidikan Islam juga. Sedikit orang Muslim
mencapai pendidikan tingkat perguruan tinggi, hanya beberapa ratus lulusan
perguruan tinggi di kalangan Muslim, di antara empat puluh doctor dan tiga
puluh insinyur. Banyak Organisasi Muslim lokal, tetapi tidak ada Organisasi nasional
yang dapat menyatukan semua Muslim. yang terpenting di antara asosiasi ini
adalah asosiasi kesejahtraan Thai (Bangkok), asosiasi Angkatan muda muslim thai
dan asosiasi Muslim Thai (M. Ali Kettani, 2005: 203).
Mengenai jumlah masjid yang berada
di Thailand, ada sekitar 2.500. masjid tetap pada tahun 1976, ada hanya 2.078
masjid terdaftar menurut dekrit raja 1947 mengenai masjid . Seperti ada 414
masjid di provinsi songkhla, 196 masjid di provinsi Yala dan 139 di kota
Bangkok. Berdasar wilayah, ada 1.695 masjid di selatan, 364 masjid di provinsi
tengah, 18 masjid di timur-laut dan satun hanya satu masjid terdaftar di
provinsi Timur. Kitab suci al-Qur’an telah diterjemahkan ke dalam bahasa Thai.
B. Perbandingan pendidikan Islam di
Thailand dan Indonesia
Sebagaimana dijelaskan diatas
bahwasanya perkembangan islam dan Pendidikan islam sangat di awasi dan di
tentukan kebijakan oleh pemerintah Thailand yang monarchi konstitusi.
Bidang Pendidikan dibedakan antara
Pendidikan formal negara dengan Pendidikan islam di madrasah. Pendidikan formal
memuat ajaran budha untuk diajarkan kepada siswa. Kemudian Pendidikan islam
yang ada di madrasah harus mendapat izin Lembaga dari pemerintahan Thailand
yang kebanyakan diajarkan di pondok pesantren. Maka tidak heran jika para
santri Thailand dikirim ke universitas islam diseluruh dunia untuk mempelajari
agama islam sehingga dapat diajarkan di negara Thailand.
Ini sangat berbeda dengan
Indonesia yang memberikan kebebasan agama kepada penduduk Indonesia yang
menjadi mayoritas agama islam.
Pemerintahan Thailand dipegang
oleh raja Tahiland yang beragama budha sehingga harapannya semua sektor
pemerintahan dipegang oleh pejabat yang beragama budha. Bahasa melayu tidak
digunakan sebagai bahasa utama melaunkan bahasa thai.
III. PENUTUP A. Kesimpulan
Thailand atau Patani yang merupakan bagian wilayah Thai sejak
tahun 1909, kemudian Ibu kota negara Thai dipindahkan ke Bangkok. Sistem
pemerintahan menganut monarki konstitusional yang dikepalai oleh seorang raja
dan kepala pemerintahannya dipegang oleh perdana menteri.
Islam masuk ke Patani lewat jalur
perdagangan yang berasal dari Arab dan Persia sekitar abad ke-16. Kemudian
islam berkembang ke penduduk pesisir pantai dan pedagang yang ada hingga
berlanjut pada jalur perkawinan dengan penduduk lokal sehingga muncullah
perkampungan muslim di Thailand.
Perkembangan selanjutnya terdapat
pengaruh raja Phya Tu Nakpa yang masuk Islam dan mengganti namanya menjadi Raja
Ismail Syah dan mengganti nama kerajaannya menjadi kerajaan Islam Malayu Patani
Darussalam pada tahun 1500-an. Sejak saat itu Raja ismail Syah memerintahkan
kepada para pejabat untuk ikut masuk islam sehingga islam mulai berkembang
pesat dengan jalur politik.
Sistem Pendidikan Tradisional
Melayu adalah sistem yang muncul di Patani, sejak abad ke-17 dengan institusi
seperti madrasah dan masjid. Masjid bukan hanya sebagai tempat beribadah,
tetapi juga pusat pengajian dan penyebaran agama Islam.
Perkembangan Pendidikan islam di Pattani
terlaksana melalui system pondok. Guru yang mengajar dikenal dengan “Tuan Guru”
yang diakui keilmuannya untuk mengajar pembembelajaran agama.
Sedangkan pelajar atau santri dari pondok dikenal dengan “Tuk Pake”
IV. DAFTAR RUJUKAN
Abdul Matin Bin Salman, “Pemikiran dan
Model Gerakan Islam Minoritas
Thailand (Studi Antropologi-Fenomenalogi)”
(Laporan Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Institut Agama
Islam
NegeriSurakarta, 2015).
Al-Habib Alwi, Sejarah Masuknya Islam di Timur Jauh,
(Jakarta: Lentera Basritama, 2001).
Anthony D. Medrano, “Islamic Education in Southern Thailand”
7, no. 2 (2007).
Auliahadi,
“Dinamika Perjuangan Muslim Patani
(Tinjauan Historis), ()
Bayu Mitra Adhyatma
Kusuma dan Theresia Octastefani, Pattani United Liberation Organization:
FromJihad to Local Politics Movement [Organisasi Pembebasan Pattani Bersatu:
Dari Jihad ke Gerakan Politik Lokal],dipresentasikan di National Conference and
Call for Papers Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta, (Jakarta, 25-26 Februari
2016), hlm. 2
Che Mohd Aziz Yaacob, “The Assimilation Of
The Malays In Patani: The
Effectiveness Of Policies And Survival Of
The Minority Culture,” Jebat: Malaysian Journal of History, Politics &
Strategy 39, no. 1
(2012): 98–125. Unknown, “Sejarah dan
Perkembangan Islam di
Thailand,”
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ISLAM DI
THAILAND ~ Amanat Penderitaan Rakyat
Patani (AMPERA
PATANI)
(blog), 1 Februari 2018,
0 Response to "COMPARE ISLAMIC EDUCATION OF INDONESIA WITH THAILAND"
Posting Komentar