ZULFA DAN RELEVANSINYA DENGAN MASA KINI (Studi Tematik Ayat-ayat Zulfa dalam Tafsir Fi Zilal al-Qur’an Karya Sayyid Qutb)
ZULFA> DAN
RELEVANSINYA DENGAN MASA KINI
(Studi Tematik Ayat-ayat Zulfa> dalam Tafsi>r
Fi> Z}ila>l al-Qur’a>n Karya Sayyid Qut}b)
SKRIPSI:
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program
Studi Ilmu al-Qura>n dan
Tafsir
Oleh:
IMROTUS SOLIHA
(20171763400015)
PROGRAM STUDI ILMU AL-QURA<N DAN TAFSIR
SEKOLAH TINGGI
ILMU USHULUDDIN DARUSSALAM
BANGKALAN
2021
ZULFA> DAN
RELEVANSINYA DENGAN MASA KINI
(Studi Tematik Ayat-ayat Zulfa> dalam Tafsi>r
Fi> Z}ila>l al-Qur’a>n Karya Sayyid Qut}b)
SKRIPSI:
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program
Studi Ilmu al-Qura>n dan
Tafsir
Oleh:
IMROTUS SOLIHA
(20171763400015)
PROGRAM STUDI ILMU AL-QURA<N DAN TAFSIR
SEKOLAH TINGGI
ILMU USHULUDDIN DARUSSALAM
BANGKALAN
2021
PERNYATAAN
KEASLIAN
Yang bertanda
tangan di bawah ini saya
Nama : IMROTUS SOLIHA
NIM : 20171763400015
Program Studi :
Ilmu al-Qur’an dan Tafsir (S-1)
Institusi : Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Darussalam
Judul
Skripsi : Zulfa> dan Relevansinya dengan Masa Kini (Studi Tematik
Ayat-ayat Zulfa> dalam
Tafsi>r
Fi> Z}ila>l al-Qur’a>n Karya Sayyid Qut}b)
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa
skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau
diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pemikiran orang
lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan
rujukan.
Bangkalan,
17 Agustus 2021
Saya
yang menyatakan
IMROTUS
SOLIHA
20171763400015
PERSETUJUAN
PEMBIMBING
Nama : IMROTUS SOLIHA
NIM : 20171763400015
Program Studi :
Ilmu al-Qur’an dan Tafsir (S-1)
Judul
Skripsi : Zulfa> dan Relevansinya dengan Masa Kini (Studi Tematik Ayat-ayat Zulfa> dalam
Tafsi>r
Fi> Z}ila>l al-Qur’a>n Karya Sayyid Qut}b)
Telah
disetujui oleh pembimbing tanggal :
Pembimbing,
Achmad
Ghufron, M.H.I
NIDN:
2128068202
PENGESAHAN
TIM PENGUJI
Skripsi dengan
judul: Zulfa> dan Relevansinya dengan Masa Kini (Studi Tematik Ayat-ayat Zulfa> dalam Tafsi>r
Fi> Z}ila>l al-Qur’a>n Karya Sayyid Qut}b)
Yang dipersiapkan dan
disusun oleh:
Nama : IMROTUS
SOLIHA.
NPM : 20171763400015
Program
Studi : Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Telah
dipertahankan di depan tim penguji Skripsi.
Bangkalan, 22 Agustus 2021
Penguji I,
Dr. Mutmainah.
M.Si., M.Pd.I
NIDN: 2131127802
Penguji II,
Achmad Ghufron, M. H. I
NIDN: 2128068202
Sekretaris,
Ahmad Bahrudin, M.Pd.I.
NIDN: 2113078302
Mengesahkan
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Ushuluddin Darussalam
Umar Zakka, S.
S, M. Th. I
NIDN: 2105028701
MOTTO
Rasulullah
bersabda
أقرب ما يكون العبد من ربه وهو ساجد فاكثروا
الدعاء فيه
(روه مسلم و ابي داود و النساءئ)
“sedekat-dekatnya keberadaan
seorang hamba denga Tuhannya ialah ketika ia sujud. Maka perbanyaklah doa
ketoka sujud” (HR. Muslim, Abu Daud, dan
Nasai)
Qatadah berkata:
“Mendekatlah kepada Allah dengan menaati-Nya dan
mengerjakan amalan yang diridhoi-Nya.”
PERSEMBAHAN
Karya ini
saya persembahkan untuk:
v Suamiku tercinta
Abd. Karim MM, S.Pd. yang selalu setia menyemangati, mendukung, menasehati dan
menemaniku dalam hal apapun, terutama dalam pembuatan skripsi ini. Dan juga
kepada anakku Ahmad Zahiril Karim yang biasa disebut Azka semoga karya ini
kelak dapat bermanfaat bagimu sayang.
v Kedua orang
tuaku Abd Kholik dan Nur Hayati yang selalu mendoakan dan membimbingku dari
sejak aku lahir hingga sekarang. Dan juga teruntuk adik-adikku Imam Muzanni, Moh.
Rahmatullah dan Anisurrahman. Semoga kalian semua selalu dalam
lindungan Allah.
v Keluarga besarku
Bani Sallim dan sahabat-sahabat terbaikku, baik sahabat terdekat, seangkatan
dan seperjuangan IQT dan IH 2017.
v Para guru-guruku
sedari aku kecil dan para dosen serta staf STIUDA yang telah memberiku banyak
ilmu dan dukungan serta doa dari kalian.
Berkat doa dan dukungan dari kalian semua penulis bisa menyelesaiakan
skripsi ini tepat pada waktunya. Dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik
bagi para pembaca terutama bagi penulis sendiri. Amin..
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN
Penulisan transliterasi Arab-Indonesia dalam penelitian ini
menggunakan pedoman transliterasi dari keputusan bersama dari sepitas Akademika
Stiu Darussalam.
Arab |
Indonesia |
Arab |
Indonesia |
ا |
' |
ط |
t{ |
ب |
B |
ظ |
z{ |
ت |
T |
ع |
‘ |
ث |
Th |
غ |
Gh |
ج |
J |
ف |
F |
ح |
h{ |
ق |
Q |
خ |
Kh |
ك |
K |
د |
D |
ل |
L |
ذ |
Dh |
م |
M |
ر |
R |
ن |
N |
ز |
Z |
و |
W |
س |
S |
ه |
H |
ش |
Sh |
ء |
‘á‘’ |
ص |
s{ |
ي |
Y |
ض |
d{ |
|
|
1.
Vokal
panjang (madd) caranya dengan menuliskan coretan horizontal (macron) di atas
huruf.
Jenis
vokal panjang |
Ditulis |
Contoh |
Ditulis |
Fatḥah
panjang |
Ā |
قاهرة |
Qāhirah |
Kasrah
panjang |
Ī |
بصيرة |
Baṣīr |
Ḍammah
panjang |
Ū |
قروء |
Qurū’ |
2.
Vokal
pendek
Jenis
vokal |
Ditulis |
Contoh |
Ditulis |
Fatḥah |
A |
جهد |
Jahada |
Kasrah |
I |
قصر |
Qas}ira |
Ḍammah |
U |
كتب |
Kutiba |
3.
Konsonan
rangkap atau dobel (dipthong) Arab karena tasydid ditranslitrasikan
dengan
menggabung dua huruf
Contoh
|
ditulis |
كرر |
Karrara |
عدة |
‘iddah |
4.
Ta’
marbūṭah
Ø Ta’ marbūṭah yang berfungsi
sebagai sifat (modifler) atau muḍaf
’ilayh ditranslitrasikan
denga ah.
Contoh
|
Ditulis
|
تبرج الجاهلية |
Tabarrujal
Ja>hiliyyah |
مرة واحدة |
Marratan
Wa>h}idah |
Ø
Ta’ marbūṭah ketika hidup karena berangkaian dengan kata lain, maka
ditulis t
Contoh
|
Ditulis |
نعمة الله |
Ni’matalla>hi |
زكاة الفطر |
Zaka>tal
Fitri |
ABSTRAK
Imrotus Soliha (20171763400015). ZULFA> DAN RELEVANSINYA
DENGAN MASA KINI (Studi Tematik Ayat-ayat Zulfa> dalam Tafsi>r
Fi> Z}ila>l al-Qur’a>n Karya Sayyid Qut}b),
dari tema ini bertujuan untuk mengetahui analisa penafsiran Sayyid Qut}b
tentang ayat-ayat zulfa> dalam
Tafsi>r Fi> Z}ila>l al-Qur’a>n dan relevansi penafsiran Sayyid
Qut}b tentang ayat-ayat zulfa>
dalam Tafsi>r Fi> Z}ila>l al-Qur’a>n dengan masa
kini.
Penelitian ini
bersifat library research (kajian pustaka) dengan sumber data primer
berupa Tafsi>r
Fi> Z}ila>l al-Qur’a>n. Adapun dalam
pengumpulan data menggunakan data sekunder yang merujuk pada buku-buku,
kitab-kitab tafsir, dan literatur lainnya yang relevan dengan pembahasan yang
akan diteliti. Sedangkan dalam teknik analisis data menggunakan deskriptif
analisis, yaitu dengan mendeskripsikan dan menjelaskan data yang ada kemudian
menganalisanya.
Dalam dua
dasawarsa terakhir ini sebagian umat Islam di Indonesia ramai melakukan ziarah
kubur, utamanya ke makam para wali, dan orang-orang shalih untuk melakukan tawassul,
dan tabarruk kepada mereka (ahli kubur), dengan menjadikan mereka
sebagai media atau perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memohon
pertolongan kepada Allah. Apakah perbuatan seperti ini sama dengan yang terjadi
pada masa jahiliyah dahulu di mana mereka meyakini bahwa berhala yang menurut
mereka hanyalah lambang dari orang-orang shalih terdahulu seperti Latta, Uzza
dan Manat merupakan media atau perantara untuk mendekatkan mereka kepada Allah?
sebagaimana makna zulfa>> dalam al-Qur’an, khususnya
dalam surah al-Zumar ayat 3, berangkat dari permasalahan inilah penulis merasa
tertarik untuk mengkaji dan memahami bagaimana zulfa>> menurut Sayyid Qut}b dan relevansinya
dengan masa kini.
Hasil akhir dari penelitian ini menunjukkan QS. al-Mulk ayat 27 mengindikasikan zulfa>
orang-orang yang mendustakan Rasulullah dengan azab. QS. Hud ayat 114
mengindikasikan zulfa> melalui shalat. QS. Saba’ ayat 37 menjelaskan zulfa> melalui amal shalih. QS.Sad ayat 25 dan 40 menjelaskan zulfa> berupa kedudukan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman. QS.
al-Zumar ayat 3 menjelaskan zulfa> orang-orang musyrik. Dalam
mendekatkan diri kepada Allah (zulfa>>) menurut Sayyid
Qut}b harus secara langsung dan menempuh jalan yang telah ditetapkan
oleh Allah yaitu jalan ketauhidan yang murni yang tidak terkontaminasi oleh
konsep media atau syafaat. Sehingga mendekatkan diri kepada Allah melalui tawassul
dan tabarruk kepada ahli kubur tidak diperbolehkan karena dikhawatirkan
bertentangan dengan tauhid uluhiyah dan terjerumus kedalam kemusyrikan
sebagaimana yang telah dilakukan orang-orang jahiliyah pada masa dahulu dan
tergambar dalam dalam QS. al-Zumar ayat 3. Penafsiran Sayyid
Qut}b sangat
relevan dengan masa kini terutama dengan ulama yang kontra dengan tawassul, dan tabarruk
kepada ahli kubur, dan penafsirannya berbanding terbalik, yakni tidak relevan dengan
ulama yang pro terhadap tawassul, dan tabarruk kepada ahli kubur.
Kata kunci: Zulfa> , Sayyid
Qut}b, Tafsi>r Fi> Z}ila>l al-Qur’a>n.
KATA
PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, zat yang Maha
Rahman dan Maha Rahim terhadap seluruh makhluk-Nya. Dia-lah yang
menganugerahkan berbagai nikmat, dan karunia khususnya kepada penulis, sehingga
dengan hidayah dan inayah-Nya yang tidak pernah berhenti mencurahkan itu semua
dan memberi kemudahan kepada penulis sehingga peneliti dapat menyusun dan
menyelesaikan penulisan Proposalyang berjudul “zulfa> dan relevansinya dengan masa kini (Studi Tematik
Ayat-ayat Zulfa> dalam
Tafsi>r Fi> Z}ila>l al-Qur’a>n
Karya Sayyid Qut}b)”. Tiada terlupakan shalawat senandungkan salam semoga senantiasa
terhaturkan kepada pahlawan revolusi islam se-Dunia, penyelamat umat di dunia,
sang kekasih, Rasulullah Muhammad saw, sebagai insan utama pilihan Allah yang
mencurahkan cahaya kebenaran dalam setiap sisi kehidupan manusia.
Setelah mengikuti proses bimbingan, akhirnya penyusunan Skripsi ini
dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa penyusunan Proposal ini terwujud
bukan semata-mata atas upaya pribadi penulis, melainkan berkat bantuan dan dorongan
dari semua pihak. Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan hati dan rasa
hormat, penulis haturkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1.
Pengasuh PP. Putri “ Darus Sholah Pusat ”
Pakong Modung Bangkalan (KH. Shinwani Adra’ie Sholeh, B.A dan NY. Hj. Luluk
Qomariyah, yang selalu memberikan nasehat dan tanpa lelah memberikan kajian
keilmuan untuk kami.
2.
Bapak
Umar Zakka, S.S., M.Th.I, selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin
Darussalam Bangkalan sekaligus sebagai penguji proposal yang memberikan arahan
kepada penulis dalam melanjutkan penelitian ini.
3.
Bapak Sama,un M. Ag. Selaku ketua Kaprodi STIU Darussalam.
4.
Bapak
Achmad Ghufron, M.H.I. selaku pembimbing berjalannya proposal / Skripsi mahasiswa S1
Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
5.
Ibu
Islamiyah, M. Th. I, selaku Sekretaris Prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir.
6.
Semua dosen
STIUDA yang telah menyalurkan ilmu pengetahuan selama empat tahun masa kuliah
7. Suami dan anakku
tercinta, yang senantiasa mendukung, mendo’akan, menemani dan berpartisipasi
dalam penyusunan karya ini.
8.
Kedua orang
tercinta dan saudara saudari yang senantiasa mendo’akan penulis.
9.
Teman- teman
seperjuangan dalam pembuatan skripsi, yang telah membantu penulis yang tidak
bisa disebutkan satu-persatu.
Bangkalan,
17 Agustus 2021
Penulis
IMROTUS SOLIHA
20171763400015
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ........................................................................................ ii
PERNYATAAN KEASLIAN..................................................................... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
.............................................................. iv
PENGESAHAN TIM PENGUJI
................................................................ v
MOTTO .......................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ......................................................................................... vii
TRANSLITERASI ....................................................................................... viii
ABSTRAK ..................................................................................................... xi
KATA PENGANTAR
.................................................................................. xii
DAFTAR ISI ................................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A.
Latar Belakang ................................................................................ 1
B.
Identifikasi masalah dan Batasan Masalah ....................................... 10
C.
Rumusan Masalah ............................................................................ 11
D.
Tujuan Penelitian ............................................................................. 12
E.
Manfaat Penelitian ........................................................................... 12
F.
Tinjauan
Pustaka ............................................................................... 13
G.
Metode Penelitian ............................................................................ 14
H.
Sistematika Pembahasan .................................................................. 17
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG
ZULFA> .......................... 18
A.
Makna Zulfa> dalam Al-Qur’an ........................................................ 18
B. Ayat-ayat Tentang Zulfa> dalam Al-Qur’an...................................... 21
C.
Cara-cara Zulfa> Kepada Allah ......................................................... 26
D. Pendapat
Mufassir Tentang Ayat-ayat Zulfa> .................................. 30
BAB 111 BIOGRAFI SAYYID QUT}B DAN PROFIL KITAB
TAFSIR FI> Z}HILA>L Al-QUR’A>N .... 45
A. Biografi
Sayyid Qut}b ....................................................................... 45
1. Riwayat Hidup Sayyid Qut}b ...................................................... 45
2. Karya-karya Sayyid Qut}b ........................................................... 50
3. Penafsiran Sayyid Qut}b Tentang Ayat-ayat Zulfa>
dalam Tafsi>r Fi> Z}hila>l Al-Qur’a>n 53
B.
Profil Kitab Tafsi>r
Fi> Z}ila>l Al-Qur’a>n .............................................. 62
1.
Sumber Penafsiran Kitab Tafsi>r Fi> Z}ila>l Al-Qur’a>n
................... 62
2.
Metode Kitab Tafsi>r Fi> Z}ila>l Al-Qur’a>n .................................... 66
3.
Corak Kitab Tafsi>r Fi> Z}ila>l Al-Qur’a>n ....................................... 68
BAB IV ANALISA PENAFSIRAN TENTANG
AYAT-AYAT ZULFA> DALAM
TAFSI>R FI> Z}ILA>L AL-QUR’A>N KARYA SAYYID QUT}B DAN RELEVANSINYA DENGAN MASA KINI .... 71
A.
Analisa Penafsiran Tentang Ayat-ayat Zulfa> dalam Tafsi>r
Fi> Z}hila>l Al-Qur’a>n Karya Sayyid Qut}b ........................................................................................................... 71
B.
Relevansi Penafsiran Sayyid Qut}b Tentang Ayat-ayat Zulfa> dengan Masa Kini 92
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 106
A. Simpulan ........................................................................................... 106
B. Kritik dan Saran ............................................................................... 108
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 109
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan petunjuk dan hidayah bagi
manusia, baik hubungannya dengan dirinya sendiri, masyarakat dan makhluk
lainnya, serta dengan alam semesta. Oleh karena itu, al-Qur’an tidak hanya berisi tentang pelajaran dan bimbingan relasi antara manusia dengan Allah yang Maha kuasa saja. Inilah bukti bahwa al-Qur’an
menjelaskan segala sesuatu dengan jelas. Sebagaimana firman Allah
dalam surah Al-Nahl ayat 89:
وَيَوۡمَ نَبۡعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٖ
شَهِيدًا عَلَيۡهِم مِّنۡ أَنفُسِهِمۡۖ وَجِئۡنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَىٰ هَٰٓؤُلَآءِۚ
وَنَزَّلۡنَا عَلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ تِبۡيَٰنٗا لِّكُلِّ شَيۡءٖ وَهُدٗى وَرَحۡمَةٗ
وَبُشۡرَىٰ لِلۡمُسۡلِمِينَ
Dan (ingatlah)
pada hari (ketika) kami bangkitkan pada setiap umat seorang saksi atas mereka
dari mereka sendiri, dan kami datangkan engkau (Muhammah) menjadi saksi atas
mereka. Dan kami turunkan kitab (al-Qur’an) kepadamu untuk menjelaskan segala
sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang
berserah diri (muslim). [1]
Al-Qur’an
adalah firman Allah yang mengandung banyak hal yang meliputi berbagai
permasalahan, baik berupa keyakinan (akidah), hukum (shari’ah), dan moral (akhlak) serta masalah-masalah
lainnya. Keyakinan atau akidah yaitu kepercayaan kepada Allah SWT, kepercayaan
kepada para malaikat, kitab-kitab, para Rasul, qadha dan qadar, dan percaya
dengan adanya hari kiamat.[2]
Al-Qur’an merupakan kitab
suci untuk semua kehidupan manusia dan selalu sesuai dengan kondisi zaman. Oleh karena
itu, Allah menjadikan al-Qur’an
sebagai petunjuk dan cara beribadah yang benar bagi manusia dan alam
semesta. Yang mana semua peribadatan orang islam harus kembali kepada Allah SWT,
berdoa dan berharap hanya kepada-Nya, tawakkal dan istigha>thah hanya
kepada Allah SWT semata, agar supaya tidak terjebak dalam kekufuran dan
kemusyrikan,[3]
Orang
muslim percaya bahwa Allah SWT menyukai amal perbuatan yang paling shalih, dan
paling baik, mencintai hamba-hamba-Nya yang shalih dan menyuruh hamba-hamba-Nya
mendekat kepada-Nya, serta mencari kecintaan kepada-Nya.[4]
Dalam memberi gambaran definisi dekat, salah
satu redaksi yang digunakan di dalam
al-Qur’an berupa kata zulfa>> yang
terkadang bermakna jarak dan waktu. Kata zulfa>> dalam
al-Qur’an,[5] merupakan
bentuk hubungan peribadatan antara seorang hamba dengan Tuhan-Nya. Menurut Wahbah Az-Zuhaili> lafaz زلفى memiliki arti dengan sedekat-dekatnya. Kata ini bermakna, (قرب)mashdar yang bermakna (التقريب) (pendekatan)[6].
Kata
zulfa> dalam berbagai variasi kata turunannya, fiil
atau isim, dalam kamus Mu’jam al-Mufahras Li Alfaz al-Qur’a>n, disebut 10 kali dalam al-Qur’an, yang tersebar
dalam 8 surat al-Qur’an dan kesemuanya adalah termasuk golongan Makkiyah (turun
di kota Mekah). Namun penulis hanya membatasi pada 6 ayat saja yang akan diteliti yaitu:
QS. al-Mulk ayat 27, QS. Hu>d ayat 114, QS. Saba’ ayat 37, QS. Sad ayat 25 dan 40, dan QS. al-Zumar ayat 3.
Kata زُلۡفَةٗ
yang terdapat dalam QS.
al-Mulk ayat 27 bermakna dekat dalam artian jarak dan waktu, yakni kedekatan
antara orang-orang kafir dengan azab, bahwasanya orang-orang kafir melihat azab
yang dahulu mereka meminta-mintanya kini sudah dekat, yaitu ada di hadapan
mereka[7]
Kata وَزُلَفٗا
yang terdapat dalam QS.
Hu>d ayat 114 bermakna dekat dalam artian waktu-waktu yang saling
berdekatan. Ayat ini
memberikan penjelasan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara
mendirikan shalat di waktu pagi dan petang dan pada permulaan malam, yakni shalat maghrib dan isya’.[8]
Kata زُلۡفَىٰٓ yang terdapat dalam QS.
Saba’ ayat 37 bermakna dekat dalam artian kedudukan seorang hamba, bahwa bukanlah harta benda yang kau banggakan
serta anak-anak yang kau sombongkan yang mendekatkan kamu kepada Allah, akan
tetapi iman dan amal shalehlah yang mendekatkan mereka kepada Allah.[9]
Kata لَزُلۡفَى yang terdapat dalam QS. Sad ayat 25 dan 40 bermakna dekat
dalam artian kedudukan seorang hamba dengan Tuhan-Nya sebagaimana kedudukan
Nabi Daud dan Nabi Sulaiman yang dekat di sisi Allah dikarenakan keshalehannya.[10]
Kata زُلۡفَىٰ yang terdapat dalam QS. al-Zumar ayat 3[11] bermakna dekat dalam artian menerangkan tentang
ibadah orang-orang kafir terhadap patung-patung dan benda-benda mati yang dapat
mendekatkan mereka kepada Allah. Benda-benda mati itu seperti halnya dengan
jimat, pohon, dan batu-batu yang apabila mereka menyembahnya mereka
berkeyakinan bahwa patung dan benda-benda mati itu sama dengan bintang-bintang,
arwah-arwah langit, para Nabi, dan orang-orang shaleh terdahulu, yang dapat
memberi syafaat di sisi Allah dan dapat mendekatkan mereka kepada Allah.[12]
Dari penafsiran tentang ayat-ayat zulfa>>
yang sudah dijelaskan di atas menunjukkan bahwa mendekatkan diri kepada Allah (zulfa>>)
itu tidak akan diperoleh kecuali dengan iman dan amal shalih seperti shalat,
zakat puasa, haji dan ibadah-ibadah lainnya yang sesuai dengan syariat
Allah. Berbeda dengan zulfa>>
yang terdapat dalam QS. Al-Zumar ayat 3 bahwasanya dalam mendekatkan diri kepada Allah,
orang-orang musyrik menjadikan berhala sebagai sesembahan yang mereka yakini
dapat memberi syafaat di sisi Allah dan dapat mendekatkan mereka kepada Allah
dengan sedekat-dekatnya. Dan hal ini bertentangan dengan keikhlasan
dalam beribadah yang terdapat dalam QS.
Yunus ayat 106.
وَلَا تَدۡعُ مِن
دُونِ ٱللَّهِ مَا لَا يَنفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَۖ فَإِن فَعَلۡتَ فَإِنَّكَ إِذٗا
مِّنَ ٱلظَّٰلِمِينَ
Dan janganlah engkau menyembah sesuatu yang tidak memberi manfaat dan
tidak (pula) memberi bencana kepada selain Allah, sebab jika engkau lakukan
(yang demikian), maka sesungguhnya engkau termasuk orang-orang yang dzalim.[13]
Ayat
tersebut menerangkan bahwasanya Allah tidak menyeru manusia agar menyembah segala
sesuatu apapun yang tidak bisa memberi manfaat dan tidak pula memberi bahaya
kepada selain Allah. Pada ayat lain
Allah menyeru manusia supaya melakukan ibadah hanya kepada Allah (tauhid), seperti firman
Allah dalam QS. Al-Jin:18
وَأَنَّ ٱلۡمَسَٰجِدَ لِلَّهِ فَلَا
تَدۡعُواْ مَعَ ٱللَّهِ أَحَدٗا
Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah untuk
Allah. Maka kamu jangan menyembah apapun di dalamnya selain
Allah. [14]
Dan firman Allah yang lain dalam surah Al-Ra’ad:14:
لَهُۥ دَعۡوَةُ ٱلۡحَقِّۚ وَٱلَّذِينَ
يَدۡعُونَ مِن دُونِهِۦ لَا يَسۡتَجِيبُونَ لَهُم بِشَيۡءٍ إِلَّا كَبَٰسِطِ
كَفَّيۡهِ إِلَى ٱلۡمَآءِ لِيَبۡلُغَ فَاهُ وَمَا هُوَ بِبَٰلِغِهِۦۚ وَمَا
دُعَآءُ ٱلۡكَٰفِرِينَ إِلَّا فِي ضَلَٰلٖ
Hanya kepada Allah doa yang benar. Berhala-berhala yang mereka sembah
selain Allah tidak dapat mengabulkan apapun bagi mereka, tidak ubahnya seperti
orang yang membukakan kedua telapak tangannya kedalam air agar (air) sampai
kemulutnya. Dan doa orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka.[15]
Pada ayat
di atas Allah memanggil manusia dalam
beribadah harus fokus hanya kepada
Allah (tauhid) atau mentauhidkan Allah. Tauhid yaitu mengesakan Allah SWT dalam
rangka beribadah. Dan tauhid ini merupakan agama Rasul-Rasul Allah, yang mana
Allah mengutus mereka agar membawa agama kepada hamba-hamba-Nya. Nabi Nuh AS
merupakan utusan Allah yang pertama. Nabi Nuh diutus oleh Allah kepada kaumnya
di saat mereka memuja orang-orang shaleh yang terlalu berlebih-lebihan yaitu:
Yaghuts, Wadda’, Ya’uq, Nasr, dan Suwa’. Nabi Muhammad SAW merupakan seorang
utusan yang terakhir, yaitu Nabi yang telah menghancurkan semua patung orang-orang
shaleh tersebut. Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW kepada suatu kaum yang
senantiasa memperbanyak mengingat (dzikir) Allah, beribadah, bersedekah, dan
berhaji, akan tetapi mereka masih saja menjadikan makhluk selain Allah sebagai
sesembahan perantara antara mereka dengan Allah SWT. kemudian mereka berkata,
"Kami menginginkan para perantara tersebut hanya sebagai pendekat saja
kepada Allah SWT dengan sedekat-dekatnya. Kami ingin penolong (syafa’at) dari mereka
di hadapan Allah SWT, seperti para malaikat-malaikat-Nya, Nabi Isa A.S, Siti
Maryam dan manusia lain dari orang-orang shaleh”.[16]
Selanjutnya Nabi Muhammad diutus oleh Allah agar agama nenek moyang
mereka diperbaharui, yaitu Nabi Ibrahim. sembari memberitahu terhadap mereka
bahwa pendekatan (taqarrub) dan keyakinan hati (i’tiqad) itu
semata-mata hanya pantas dimiliki Allah SWT. yang tidak pantas dimiliki oleh
selain-Nya, termasuk para Malaikat-Nya dan para Nabi yang diutus, apalagi yang
lainnya.[17]
Adapun praktek keagamaan yang banyak terjadi di tengah-tengah
masyarakat pada saat ini adalah dengan berziarah ke makam-makam para wali dan orang-orang
shalih untuk melakukan tawassul, dan tabarruk kepada mereka (ahli
kubur), dengan menjadikan mereka sebagai media atau perantara untuk mendekatkan
diri kepada Allah dan memohon pertolongan kepada Allah. Apakah perbuatan
seperti ini sama dengan yang terjadi pada masa jahiliyah dahulu di mana mereka (orang-orang
jahiliyah) meyakini bahwa patung atau berhala yang menurut mereka hanyalah lambang
dari orang-orang shalih terdahulu seperti Latta, Uzza dan Manat merupakan media
atau perantara untuk mendekatkan mereka kepada Allah? sebagaimana makna zulfa>> dalam al-Qur’an, khususnya dalam surah al-Zumar ayat 3
أَلَا لِلَّهِ ٱلدِّينُ ٱلۡخَالِصُۚ
وَٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُواْ مِن دُونِهِۦٓ أَوۡلِيَآءَ مَا نَعۡبُدُهُمۡ إِلَّا
لِيُقَرِّبُونَآ إِلَى ٱللَّهِ زُلۡفَىٰٓ إِنَّ ٱللَّهَ يَحۡكُمُ بَيۡنَهُمۡ فِي
مَا هُمۡ فِيهِ يَخۡتَلِفُونَۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي مَنۡ هُوَ كَٰذِبٞ
كَفَّارٞ
Ingatlah,
hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang
mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka
melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan
sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah
akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya
Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. [18]
Selanjutnya bagaimana dengan maksud
mendekatkan diri kepada Allah melalui jalan wasilah yang terdapat dalam
QS. Al-Ma>idah ayat 35:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ
ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَٱبۡتَغُوٓاْ إِلَيۡهِ ٱلۡوَسِيلَةَ وَجَٰهِدُواْ فِي
سَبِيلِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ
Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah
kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan
berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya, agar kamu beruntung.[19]
Berdasarkan permasalahan-permasalahan di
atas, penulis merasa tertarik untuk mengetahui dan mengkaji secara mendalam tentang penafsiran
ayat-ayat zulfa>> dan relevansinya dengan kondisi saat ini. Penulis mengambil Sayyid
Qut}b sebagai tokoh mufassir
kontemporer untuk mengkaji ayat-ayat zulfa>>
dalam kitab Tafsi>r Fi>
Z}hila>l al-Qur’a>n dengan alasan sebagai berikut: pertama, Sayyid
Qut}b merupakan mufassir yang
penafsirannya lebih cenderung terhadap sastra dan sosial budaya (adabi
ijtima’i). Hal ini dikarenakan background-nya
yang termasuk sastrawan terkenal sehingga dia bisa benar-benar tahu tentang
keindahan bahasa serta nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur`an yang
mengandung banyak bahasa yang sangat tinggi.[20] Kedua, Dalam
menafsirkan kata zulfa>> dalam surah al-Zumar ayat 3 Sayyid Qut}b mengkaitkan atau merelevansikan dengan fenomena yang terjadi di masanya.[21]
Sayyid
Qut}b adalah seorang mufassir kontemporer yang melahirkan banyak karya, salah
satu karyanya yang paling terkenal adalah Tafsi>r Fi>
Z}hila>l al-Qur’a>n. Ia
termasuk golongan Ikhwanul Muslimin. Ikhwanul Muslimin telah mengadopsi dakwah
salafiyah menjadi gerakan dakwahnya. Ia menekankan pada pentingnya pendalaman
dan pembahasan terhadap dalil serta pentingnya kembali kepada al-Qur’an dan
As-Sunnah dan membersihkan dari segala bentuk kemusyrikan untuk mencapai
kesempurnaan tauhid. Dakwah Ikhwanul Muslimin banyak dipengaruhi oleh gerakan
dakwah Syekh Abdul Wahhab, Sanusiyah, dan Rasyid Ridha. Pada umumnya dakwah
tersebut merupakan kelanjutan dari Madrasah Ibnu Taimiyah yang juga merupakan
kelanjutan dari Madrasah Ahmad bin Hambal.[22]
B.
Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari uraian dalam latar belakang di atas, ada beberapa permasalahan
yang teridentifikasi, antara lain:
1. Bagaimana fungsi al-Qur’an bagi kehidupan manusia?
2.
Bagaimana
cara beribadah yang benar yang sesuai dengan yang disyariatkan oleh Allah?
3.
Bagaimana
hakikat Tauhid?
4.
Bagaimana
bentuk-bentuk Syirik ?
5. Bagaimana makna zulfa>> secara umum?
6. Bagaimana cara ber-aqidah yang yang benar?
7. Bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah dalam beribadah?
8. Bagaimana hakikat dan cara berwasilah atau bertawassul yang disyariatkan
oleh agama?
9. Bagaimana ayat-ayat zulfa>> menurut penafsiran Sayyid Qut}b dalam
Tafsi>r Fi> Z}hila>l al-Qur’a>n
10. Bagaimana Relevansi zulfa>> dengan masa kini?
Berangkat dari beberapa permasalahan di atas,
dapatlah diketahui
bahwa permasalahan yang pokok dalam
penelitian ini adalah penafsiran Sayyid Qut}b tentang ayat-ayat zulfa>>
dalam Tafsi>r Fi> Z}hila>l al-Qur’a>n dan relevansinya dengan masa kini,
dan pembahasannnya pun nanti akan fokus terhadap
pokok permasalahan tersebut.
C.
Rumusan Masalah
Untuk lebih
mengarahkan pada pembahasan ini, penulis memberi rumusan masalah sebagai
berikut:
1.
Bagaimana
analisa penafsiran Sayyid Qut}b tentang
ayat-ayat
zulfa> dalam Tafsi>r Fi> Z}hila>l al-Qur’a>n?
2.
Bagaimana
relevansi penafsiran Sayyid Qut}b
tentang ayat-ayat zulfa> dengan
masa kini?
D.
Tujuan Penelitian
Berikut ini
merupakan tujuan dari adanya penelitian ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui analisa penafsiran Sayyid
Qut}b tentang ayat-ayat
zulfa> dalam Tafsi>r Fi> Z}hila>l al-Qur’a>n
2. Untuk mengetahui relevansi penafsiran Sayyid
Qut}b tentang ayat-ayat zulfa> dengan
masa kini
E.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari adanya penelitian ini terdapat dua aspek sebagai berikut :
1.
Aspek teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan bisa menambah wawasan
pengetahuan dan memperkaya khazanah keilmuan islam khususnya pemahaman tentang
ayat-ayat zulfa> dalam Tafsi>r Fi> Z}hila>l
al-Qur’a>n karya Sayyid
Qut}b dan relevansinya dengan masa kini.
Lebih lanjut penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan kajian ilmiah
sekaligus bahan penelitian selanjutnya.
2.
Aspek praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan
dan alternatif secara lebih baik dalam bidang akademis, maupun masyarakat
terutama bagi ummat islam agar lebih mengetahui penafsiran Sayyid
Qut}b tentang ayat-ayat zulfa>>
dalam Tafsi>r Fi> Z}hila>l al-Qur’a>n dan relevansinya dengan masa kini, sehingga dapat menumbuhkan rasa
toleransi dalam menghadapi berbagai perbedaan pendapat di tengah masyarakat.
F.
Tinjauan Pustaka
Berkaitan
denga riset ini, penulis bukan orang pertama yang melakukan penelitian tentang zulfa>>. Terdapat beberapa karya tulis ilmiah yang sebelumnya pernah
menjadikan zulfa>> sebagai
tema penelitian, rinciannya sebagai berikut:
1.
Skripsi
yang ditulis oleh Andi Hasan Basri, mahasiswa Prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
di Fakultas Ushuluddin Filsafat dan Politik Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar, tahun 2017, dengan judul Makna Zulfa> dalam Al-Qur’a>n. Metode
yang digunakan adalah metode tahlili yang mana pembahasan dalam skripsi ini
adalah tentang hakikat zulfa>> dalam al-Qur’an surah Al-Zumar ayat 3 yaitu perilaku orang-orang
musyrik yang mendekatkan diri kepada Allah dengan menyatukan sifat dan zat
Tuhan ke dalam berhala mereka yang berupa patung-patung kemudian menyembahnya
sebagai perantara untuk lebih dekat kepada Allah swt. Maka perbuatan mereka
adalah kesyirikan yang merupakan perbuatan sangat dibenci oleh Allah swt. dan
mereka termasuk fasik lagi sangat kafir. Dampak dari perilaku orang-orang
musyrik tersebut adalah Allah tidak akan membimbing mereka untuk mendapat
petunjuk jalan kebenaran. Kemudian mereka tidak akan mendapatkan rahmat dari
Allah SWT di dunia maupun di akhirat.. kesimpulan dari penelitian ini pun hanya
terbatas pada hakikat
zulfa>> dalam QS.
Al-Zumar ayat 3. Walaupun sama-sama membahas tentang zulfa> namun simpulan antara penelitian ini dengan
kajian penulis sangatlah berbeda karena dalam kajian ini penulis membahas
ayat-ayat zulfa> perspektif Sayyid
Qut}b dalam Tafsi>r Fi> Z}hila>l al-Qur’a>n dengan menggunakan metode maudhu’i.
2. Skripsi Rinda Agustina, mahasiswi Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran
Islam Universitas Negeri Raden Fatah Palembang, tahun 2016, dengan judul Makna Zulfa> Menurut Must}a>fa> Al-Mara>ghi>. Metode yang digunakan adalah metode maudhu’i.
Simpulan dalam penelitian ini hanya berdasarkan pendapat Must}a>fa> Al-Mara>ghi tentang makna zulfa>>
dalam
al-Qur’an. bahwa dalam mendekatkan diri kepada Allah mereka hanya menjadikan
berhala atau patung-patung sebagai sesembahan dan menganggap bahwa berhala atau
patung-patung itu sendiri adalah Allah. Walaupun sama-sama membahas tentang zulfa> dan
sama-sama menggunakan metode maudhu’i namun kesimpulan antara penelitian ini dengan kajian
penulis sangatlah berbeda, yaitu berdasarkan penafsiran Sayyid Qut}b tentang ayat-ayat zulfa> dan
relevansinya dengan masa kini.
3.
Skripsi yang ditulis oleh Fatimah binti
Abdul Khadal, mahasiswi Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Universitas Islam
Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, tahun
2019, dengan judul Konsep Tawassul Menurut Perspektif Al-Qur’an. Skripsi
ini membahas tentang bentuk-bentuk tawassul adalah bertawassul kepada Allah SWT
melalui nama-nama dan sifat Allah Yang Maha Agung, bertawassul kepada-Nya
melalui keimanan kepada Allah SWT dan Rasul utusan-Nya, bertawassul kepada
Allah SWT dengan Nabi Muhammad Saw. Selain itu, bertawassul kepada-Nya melalui
perantara amal-amal saleh dan kebaikan serta bertawassul kepada Allah SWT
dengan orang-orang saleh atau selain Nabi Saw, sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an yang Mulia dan sunnah Nabi-Nya
Muhammad Saw. Walaupun sama-sama membahas tentang mendekatkan
diri kepada Allah dalam teks yang berbeda yaitu zulfa> dan wa>silah
namun simpulan
antara penelitian ini dengan kajian penulis sangatlah berbeda karena dalam kajian
inin penulis membahas ayat-ayat zulfa> perspektif Sayyid
Qut}b dalam Tafsi>r Fi> Z}hila>l al-Qur’a>n dengan
menggunakan metode maudhu’i.
4.
Skripsi oleh Sofiya Ramadanti, mahasiswi
Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Humaniora Institut Agama Islam Negeri Salatiga,
tahun 2021, dengan judul Konsep
Wasi>lah dalam Al-Qur’an (Studi
Komparasi antara Tafsir Al-Mara>ghi> dan Tafsir Al-Mis}ba>h). Metode
yang digunakan adalah metode komparatif dan kesimpulan dalam skripsi ini adalah
bahwa kedua mufassir tersebut memiliki kesamaan dan perbedaan pandangan terkait
lafadz al-wasi>lah. Masing-masing mufassir sepakat mengartikannya sebagai
sarana atau jalan mendekatkan diri kepada Allah Swt, namun mereka berbeda
pandangan pada hukum dari wasilah. Syekh Al-Mara>ghi> tidak
memperbolehkan berwasilah kepada orang yang sudah meninggal, sedangkan Muhammad
Quraish Shihab tidak mempermasalahkannya. Walaupun sama-sama membahas tentang mendekatkan diri kepada Allah dalam teks yang berbeda
yaitu zulfa> dan wa>silah namun simpulan antara penelitian ini dengan
kajian penulis sangatlah berbeda karena dalam kajian ini penulis membahas
ayat-ayat zulfa> perspektif Sayyid
Qut}b dalam Tafsi>r Fi> Z}hila>l al-Qur’a>n dengan menggunakan
metode maudhu’i.
Berdasarkan telaah pustaka tentang makna zulfa>>
dalam beberapa karya tulis ilmiah sebelumnya
sebagaimana keterangan di atas, maka sejauh ini belum ada penelitian yang
meneliti secara spesifik tentang ZULFA> DAN RELEVANSINYA
DENGAN MASA KINI (Studi Tematik Ayat-ayat Zulfa> dalam Tafsi>r Fi> Z}ila>l al-Qur’a>n Karya Sayyid Qut}b)
G.
Metode Penelitian
Metode dalam sebuah penelitian dianggap hal yang sangat urgent
sebagai jalan atau cara yang ditempuh agar mendapatkan hasil penelitian yang
sangat sistematis. Adapun metode yang penulis gunakan adalah metode kualitatif,
yaitu metode dalam penelitian yang lebih menekankan pada aspek pemahaman
secara.mendalam terhadap suatu permasalahan.[23]
1.
Jenis
penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan, yaitu salah satu metode yang dapat menyelesaikan
sebuah penelitian yang bahan-bahan atau data-data yang dibutuhkan dalam
penelitian berasal dari perpustakaan, yaitu bisa berupa buku, kamus, majalah,
jurnal, dokumen.[24]
2.
Sumber
data
Agar penelitian kualitatif dapat betul-betul berkualitas, maka data
yang dikumpulkan harus benar-benar lengkap baik berupa data primer dan data
sekunder[25].
Keduanya merupakan sumber data dalam sebuah penelitian: Adapun perincian dalam
pengambilan sumber data yang peneliti ambil adalah sebagai berikut :
a.
Sumber
primer.;
Tafsir
karya Sayyid
Qut}b, yaitu Tafsi>r Fi> Z}hila>l
al-Qur’a>n
b.
Sumber
sekunder.;
1) Tafsi>r Al-Azhar karya HAMKA
2)
Tafsi>r Al-Mishba>h karya
Quraisy Shihab
3) Tafsi>r Al-Muni>r karya Wahbah
Az-Zuhaili
4) Tafsi>r
Al-T{abari> karya Ibnu Jari>r Al-T}abari>
5) Tafsi>r al-Mara>ghi> karya Must{afa> al-Mara>gi>
6) Buku Shahih tawassul
karya Muhammad’id Al-Abbas dan Abu Taitsal-Atsari
7) Buku Perilaku dan Akhlak Jahiliyah
karya Muhammad bin Abdul Wahhab.
8) Kitab-kitab tafsir Al-Qur’an yang lain, serta buku dan literatur lainnya
yang berhubungan dengan tema karya ilmiah ini.
3.
Teknik
pengumpulan data
Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
teknik studi dokumen. Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data penelitian
ini adalah :
a. Mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an tentang zulfa>
b. Mengumpulkan data-data tentang penafsiran Sayyid Qut}b terkait ayat-ayat zulfa> dalam Tafsi>r Fi> Z}hila>l al-Qur’a>n
c.
Mengumpulkan
data-data tentang penafsiran ayat-ayat zulfa> dari
kitab-kitab tafsir karya beberapa mufassir lain untuk menyempurnakan
pembahasan selanjutnya
4.
Teknik
Analisis data
Setelah data-data terkumpul semua, langkah selanjutnya adalah mengelola
dan menganalisa data. Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan
adalah deskriptif analitis.
Berikut rincian tahap analisis
data:
a.
Mendeskripsikan
penafsiran ayat-ayat zulfa> dalam Tafsi>r Fi> Z}hila>l
al-Qur’a>n karya Sayyid
Qut}b
b. Menganalisa berbagai data yang
sudah ada tentang penafsiran ayat-ayat zulfa> dalam Tafsi>r Fi>
Z}hila>l al-Qur’a>n karya Sayyid Qut}b, maupun penafsiran dari beberapa
mufassir lain sehingga diperolah data yang lebih utuh dan mendalam.
c. Menganalisa relevansi penafsiran ayat-ayat zulfa> dalam Tafsi>r Fi>
Z}hila>l al-Qur’a>n karya Sayyid Qut}b
dengan masa kini.
H.
Sistematika Pembahasan
Dari beberapa
uraian dan tujuan dalam penelitian ini, maka dapat dibuat sistematika
pembahasan dalam riset ini adalah :
Bab
I berisi tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang, identifikasi
masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, metode penelitian, sistematika pembahasan. Hal ini bertujuan untuk memberikan arahan
supaya penelitian ini bisa tersusun rapi, sistematis sesuai dengan rencana penelitian.
Bab II berisi tentang landasan teori yang
membahas tinjauan umum tentang zulfa> meliputi pengertian zulfa> , ayat-ayat tentang zulfa> dalam al-Qur’an, cara-cara zulfa> kepada Allah dan penafsiran ayat-ayat zulfa>>
menurut mufassir.
Bab III membahas tentang biografi Sayyid
Qut}b dan profil kitab Tafsi>r Fi>
Z}hila>l al-Qur’a>n yang meliputi biografi,
karya-karya, dan penafsiran Sayyid Qut}b tentang ayat-ayat
zulfa> dalam Tafsi>r Fi> Z}hila>l al-Qur’a>n, sumber penafsiran, metode dan corak dari penulisan kitab Tafsi>r Fi>
Z}hila>l al-Qur’a>n. Hal
ini sangat penting untuk dijelaskan sebagai salah satu cara untuk mendapatkan
jawaban dari rumusan-rumusan masalah diatas.
Bab IV merupakan analisa penafsiran tentang ayat-ayat zulfa> dalam Tafsi>r Fi>
Z}hila>l al-Qur’a>n karya Sayyid
Qut}b dan relevansinya dengan masa kini.
Bab V berisi penutup yang meliputi
simpulan-simpulan dari pembahasan didepan sebagai jawaban terhadap problem
akademik. Dan juga dalam penutup ini berisi saran-saran yang sifatnya membangun
untuk penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG ZULFA>
A.
Makna Zulfa>
dalam
Al-Qur’an
Kata zulfa>>
dalam Kamus
al-Munawwir>> berasal dari kata zalafa yazlufu zalfan wazali>fan
yang artinya maju dan mendekat. Zulfa>>
dan zulfah bermakna al-qurbah yang
artinya kedekatan, al-darajah, artinya derajat, tingkatan
dan al-manzilah artinya pangkat, kedudukan.[26]
Al-Zulfah
artinya bagian dari malam. Al-Zulfah adalah al-manzilah wa khathwah
(pangkat dan kedudukan).[27] Kata zulfa>>
dalam Kamus al-Qur’an artinya adalah
dengan sedekat-dekatnya.[28] Lafaz zulfa>>
adalah masdar yang maknanya sama
dengan lafaz taqriban/mendekatkan diri.[29]
Ibnu Manz>ur berkata, “al-wasilah bermakna al-qurbah
(pendekatan)” yaitu melakukan suatu perbuatan untuk mendekatkan diri kepada
Allah dengan suatu Amal.[30] Dari pernyataan Ibnu Manz>ur tersebut menunjukkan
bahwa antara makna zulfa>> dan makna al-wasilah
itu sama-sama bermakna al-qurbah (pendekatan). Sebagaimana para ulama
tafsir juga mendefinisikan wasilah yang terdapat dalam QS. Al-Ma>idah ayat
35 dengan mendekatkan diri kepada Allah, diantaranya Tafsi>r
Jala>li>n, Tafsi>r Tashi>l, Tafsi>r Al-T}abari>, Tafsi>r
al-Muni>r karya Wahbah al-Zuhaili>, Tafsi>r al-Muni>r karya
Ima>m Nawawi>, Tafsi>r Ru>hul Ma’ani>, Tafsi>r
al-Mara>ghi>, Tafsi>r Ibnu Katsi>r, Tafsi>r Shafwah
al-Tafa>si>r, Tafsi>r Maha>sin Al-Ta’wi>l.[31]
Kata زلفى menurut Wahbah Az-Zuhaili> artinya adalah
(زلفى) dengan
sedekat-dekatnya. Kata ini bermakna, (قرب)mashdar
yang bermakna (التقريب) (pendekatan)[32]. Kata
zulfa>> di
dalam al-Qur’an digunakan sebagai bentuk hubungan peribadatan antara seorang
hamba dengan Tuhan-Nya,[33] dalam memberi gambaran definisi dekat. Kata dekat di dalam
al-Qur’an terkadang bermakna jarak dan waktu.
Kata زُلۡفَةٗ
yang terdapat dalam
QS.
al-Mulk ayat 27 bermakna dekat dalam artian jarak dan waktu bahwasanya
orang-orang kafir melihat azab yang dahulu mereka meminta-mintanya kini sudah
dekat yaitu ada dihadapan mereka
Kata وَزُلَفٗا yang terdapat dalam QS. Hu>d ayat 114,
bermakna dekat dalam artian waktu-waktu yang saling berdekatan. Dalam
ayat ini memberikan penjelasan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara
mendirikan shalat pada pagi dan petang dan pada permulaan dari pada malam,
yakni shalat magrib dan isya.
Kata زُلۡفَىٰٓ yang
terdapat dalam QS.
Saba’ ayat 37, bermakna dekat dalam artian
kedudukan seorang hamba, bahwa bukanlah harta
benda yang kau banggakan serta anak-anak yang kau sombongkan yang mendekatkan
kamu kepada Allah akan tetapi iman dan amal shalehlah yang mendekatkan mereka
kepada Allah.
Kata لَزُلۡفَى yang terdapat dalam QS. Sad ayat
25 dan 40, bermakna dekat dalam artian kedudukan seorang hamba dengan Tuhan-Nya
sebagaimana kedudukan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman yang dekat di sisi Allah
dikarekan keshalehannya.
Kata زُلۡفَىٰ yang
terdapat dalam QS. al-Zumar ayat 3 bermakna dekat dalam
artian kedudukan, dalam ayat ini merupakan penjelasan tentang pendekatan
seorang hamba kepada Tuhan-Nya dengan cara yang salah dan keliru dan tidak
sesuai dengan syariat yang telah ditetapkan oleh Allah, sehingga bukanlah kedekatan
yang mereka dapatkan akan tetapi siksaan di akhirat kelak dan mereka disebut
orang-orang musyrik (menyekutukan Allah).
Kata أزۡلِفَتۡ yang terdapat dalam QS.
al-Takwir ayat 13 bermakna didekatkan dalam artian jarak yang begitu dekat
antara surga yang di dekatkan dan ditampakkan
kepada calon penghuninya sehingga terasa dekat sekali[34] dan
dipanggil untuk memasukinya. Sehingga tampak bagi mereka betapa mudahnya
memasukinya. Maka, surga didekatkan dan sudah disiapkan. Adapun lafaz أُزۡلِفَتۡ “didekatkan”
ini memberi kesan seakan-akan surga itu diluncurkan, atau kaki meluncur ke sana
Kata وَأُزۡلِفَتِ yang
terdapat dalam QS. Qaf
ayat 31 dan QS. al-Syu’ara’ ayat 90 bermakna didekatkan dalam artian jarak yang di dekatkan antara surga
dan orang-orang yang bertakwa
yaitu orang-orang yang takut kepada azab Tuhan-Nya. Surga
itu didekatkan, mendekat dan merapat, sehingga mereka tidak perlu susah payah
berjalan menghampirinya, justru surgalah yang mendekat, pada tempat yang tiada
jauh (dari mereka). Di samping surga, mereka pun menerima nikmat keridhaan.
Kata وَأَزۡلَفۡنَا yang terdapat dalam QS.
al-Syu’ara’ ayat 64 bermakna mendekat dalam artian jarak yang dekat antara Nabi
Musa dan Bani Israil waktu berada di belahan lautan yang diselamatkan oleh
Allah dari pengejaran Firaun dan bala tentaranya.
Dari
pengertian-pengertian zulfa>> di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa yang
dimaksud zulfa>> dalam
Al-Qur’an adalah kedudukan yang dekat antara seorang hamba dengan Tuhan-Nya
yang tidak akan diperoleh kecuali dengan iman dan amal shaleh.
B.
Ayat-Ayat Tentang Zulfa> dalam Al-Qur’an
Kata zulfa> dalam kamus Mu’jam al-Mufahras Li Alfas
al-Qur’a>n.[35] Dalam berbagai variasi kata turunannya, fiil atau
isim, disebut 10 kali dalam al-Qur’an. Ia tersebar dalam 8 surat al-Qur’an
dan kesemuanya adalah termasuk golongan Makkiyah (turun di kota mekah). Kata-kata
turunan zulfa> dalam al-Qur’an
meliputi beberapa kata sebagai berikut: زُلۡفَةٗ
terdapat dalam QS.
al-Mulk ayat 27, وَزُلَفٗا terdapat dalam QS. Hu>d ayat 114, زُلۡفَىٰٓ terdapat dalam QS.
Saba’ ayat 37, لَزُلۡفَى terdapat dalam QS. Sad ayat 25 dan 40, زُلۡفَىٰ terdapat dalam QS. al-Zumar ayat 3, أُزۡلِفَتۡ
terdapat dalam QS.
al-Takwir ayat 13, وَأُزۡلِفَتِ terdapat dalam QS.
Qaf ayat 31 dan QS. al-Syu’ara’ ayat 90, وَأَزۡلَفۡنَا
terdapat dalam QS.
al-Syu’ara’ ayat 64.
Untuk memudahkan pembahasan tentang penjelasan lafazh zulfa> maka akan diuraikan sebagai berikut:
1.
QS. al-Mulk ayat 27
فَلَمَّا
رَأَوۡهُ زُلۡفَةٗ سِيَٓٔتۡ وُجُوهُ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ وَقِيلَ هَٰذَا ٱلَّذِي
كُنتُم بِهِۦ تَدَّعُونَ ٢٧
Ketika mereka
melihat azab (pada hari kiamat) sudah dekat, muka orang-orang kafir itu menjadi
muram. Dan dikatakan (kepada mereka) inilah (azab) yang dahulunya kamu selalu
meminta-mintanya.[36]
2.
QS. Hu>d ayat 114
وَأَقِمِ
ٱلصَّلَوٰةَ طَرَفَيِ ٱلنَّهَارِ وَزُلَفٗا مِّنَ ٱلَّيۡلِۚ إِنَّ ٱلۡحَسَنَٰتِ
يُذۡهِبۡنَ ٱلسَّئَِّاتِۚ ذَٰلِكَ ذِكۡرَىٰ لِلذَّٰكِرِينَ ١١٤
Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang)
dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan
yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah
peringatan bagi orang-orang yang ingat.[37]
3.
QS. Saba’ ayat 37
وَمَآ
أَمۡوَٰلُكُمۡ وَلَآ أَوۡلَٰدُكُم بِٱلَّتِي تُقَرِّبُكُمۡ عِندَنَا زُلۡفَىٰٓ
إِلَّا مَنۡ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحٗا فَأُوْلَٰٓئِكَ لَهُمۡ جَزَآءُ ٱلضِّعۡفِ
بِمَا عَمِلُواْ وَهُمۡ فِي ٱلۡغُرُفَٰتِ ءَامِنُونَ ٣٧
Dan sekali-kali
bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada
Kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal
(saleh, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan
apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang
tinggi (dalam surga)[38]
4.
QS. Sad ayat 25 dan 40
فَغَفَرۡنَا لَهُۥ
ذَٰلِكَۖ وَإِنَّ لَهُۥ عِندَنَا لَزُلۡفَىٰ وَحُسۡنَ مََٔابٖ ٢٥
25. Maka Kami ampuni baginya kesalahannya
itu. Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan dekat pada
sisi Kami dan tempat kembali yang baik.[39]
وَإِنَّ
لَهُۥ عِندَنَا لَزُلۡفَىٰ وَحُسۡنَ مََٔابٖ ٤٠
40. Dan sesungguhnya
dia mempunyai kedudukan yang dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik.[40]
5.
QS. al-Zumar ayat 3
أَلَا
لِلَّهِ ٱلدِّينُ ٱلۡخَالِصُۚ وَٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُواْ مِن دُونِهِۦٓ أَوۡلِيَآءَ
مَا نَعۡبُدُهُمۡ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَآ إِلَى ٱللَّهِ زُلۡفَىٰٓ إِنَّ ٱللَّهَ
يَحۡكُمُ بَيۡنَهُمۡ فِي مَا هُمۡ فِيهِ يَخۡتَلِفُونَۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي
مَنۡ هُوَ كَٰذِبٞ كَفَّارٞ
Ingatlah, hanya
kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang
mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka
melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan
sedekat-dekatnya". Sesungguhnya
Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih
padanya. Sesungguhnya
Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. [41]
6.
QS. al-Takwir ayat 13
وَإِذَا
ٱلۡجَنَّةُ أُزۡلِفَتۡ ١٣
Dan apabila surga didekatkan.[42]
7.
QS. Qaf ayat 31
وَأُزۡلِفَتِ
ٱلۡجَنَّةُ لِلۡمُتَّقِينَ غَيۡرَ بَعِيدٍ ٣١
Dan
didekatkanlah surga itu kepada orang-orang yang bertakwa pada tempat yang tiada
jauh (dari mereka).[43]
8. QS.
al-Syu’ara’ ayat 90
وَأُزۡلِفَتِ ٱلۡجَنَّةُ
لِلۡمُتَّقِينَ ٩٠
Dan
(di hari itu) didekatkanlah surga kepada orang-orang yang bertakwa.[44]
9.
QS. al-Syu’ara’ ayat 64
وَأَزۡلَفۡنَا
ثَمَّ ٱلۡأٓخَرِينَ ٦٤
Dan disanalah Kami dekatkan golongan
yang lain.[45]
C.
Cara-cara Zulfa>>
Kepada Allah
Orang
muslim beriman, bahwa Allah SWT menyukai amal perbuatan yang paling shalih, dan
paling baik, mencintai hamba-hamba-Nya yang shalih dan menyuruh hamba-hamba-Nya
mendekat kepada-Nya, dan mencari kecintaan kepada-Nya.[46] Allah memerintahkan
kepada kita agar mendekatkan diri kepada-Nya sedekat-dekatnya dengan penuh
keinginan dan menggapai ridha-Nya dengan cara-cara yang dibenarkan agama.[47] Oleh karena itu, untuk mengetahui
cara-cara yang dapat mendekatkan diri kepada-Nya, kita wajib berpegang kepada
al-Qur'an dan sunnah Rasul-Nya.[48]
Adapun cara-cara zulfa>>
(mendekatkan diri) kepada Allah sebagai berikut:
1.
Mendekati
Allah dengan iman dan amal shalih
‘Amir dan Ibn Abu Qays mengatakan “Saya pernah bertemu dengan salah
seorang sahabat Rasulullah yang pernah mengatakan manusia yang paling bersih
itu manusia yang dipenuhi oleh rasa malu kepada Allah, dan kasih sayangnya
mereka terpelihara di dalam pertolongan Allah terdidik oleh kelemah
lembutan-Nya dan terpilih untuk mengetahui rahasia-Nya selain itu mereka dekat
dengan Allah di akhirat nanti dan mulia dalam pandangan-Nya baik pagi maupun
petang.[49]
Allah swt telah menjelaskan kepada kita, yakni apabila kita ingin
mendekatkan diri kepada-Nya, maka haruslah dengan amal-amal saleh yang disukai,
dan diridhai-Nya. Karena Dia tidak mau menerima amalan-amalan yang dikerjakan semau kita,
berlandaskan akal dan perasaan kita semata. Karena hal itu berpotensi menimbulkan
penyimpangan. Akan tetapi Allah memerintahkan kita agar kembali kepada-Nya
dalam masalah ini, mengikuti tuntunan dan ajaran-Nya. Karena hanya Dia lah yang
Maha mengetahuinya.[50]
Al-Qur'an dan as-Sunnah telah membimbing
dan mengajarkan kita bahwa amal yang kita kerjakan baru akan bernilai saleh,
diterima dan dapat mendekatkan diri kepada Allah, apabila memenuhi persyaratan
sebagai berikut.
a.
Ikhlas,
yakni amal tersebut harus dilakukan hanya karena Allah semata,
b.
harus
sesuai dengan apa yang disyariatkan Allah di dalam kitab-Nya atau apa yang
diterangkan oleh Rasul-Nya di dalam sunnahnya.
Jika kurang salah satunya, maka amal tersebut tidak dianggap saleh
dan tidak diterima. firman-Nya:
قُلۡ
إِنَّمَآ أَنَا۠ بَشَرٞ مِّثۡلُكُمۡ يُوحَىٰٓ إِلَيَّ أَنَّمَآ إِلَٰهُكُمۡ
إِلَٰهٞ وَٰحِدٞۖ فَمَن كَانَ يَرۡجُواْ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلۡيَعۡمَلۡ عَمَلٗا
صَٰلِحٗا وَلَا يُشۡرِكۡ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدَۢا
Katakanlah (muhammad) “sesungguhnya
aku ini hanya seorang manusia seperti kamu yang telah menerima wahyu, bahwa
sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Esa.” Maka barangsiapa mengharap
perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal shalih dan
janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS.
al-Kahfi: 110)[51]
Di dalam ayat
ini Allah memerintahkan kita umat islam agar beramal dengan amalan saleh, yaitu
sesuai dengan sunnah Rasulullah (yang selalu Allah puji dan mendapatkan
keselamatan dari-Nya). Kemudian Dia memerintahkan kita agar mengikhlaskan
niatnya karena Allah semata, tidak ada selain-Nya dalam mengerjakan amal saleh
tersebut.
Al-Hafizh Ibnu Katsi>r berkata di dalam tafsirnya, “Ini lah dua syarat agar amal diterima
di sisi Allah; Harus ikhlas karena Allah, dan sesuai dengan syariat Rasulullah
saw.” Pendapat yang senada juga diriwayatkan dari al-Qadhi ‘Iyadh
dan lain-lainnya.[52]
2.
Mendekati
Allah dengan ibadah.
Yaitu dengan shalat, puasa, zakat, haji dan ibadah-ibadah lainnya
yang sesuaai dengan syariat Allah.
Ketika seseorang melakukan shalat, dia akan
merasakan kedekatan yang luar biasa drngan pencipta-Nya. Karena dalam shalat
gerakan sujud akan membantu seorang muslim untuk lebih mendekatkan diri kepada
Tuhan-Nya, karena itu ketika posisi sujud dianjurkan untuk memperbanyak doa dan
memohon kebaikan kepada Allah. Semua itu
dijelaskan dalam hadis berikut:[53]
عَنْ اَبِىْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ أَقْرَبُ مَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ
سَاجِدٌ فَاَكْثِرُوْا الدُّعَاءَ فِيْهِ (روه مسلم و ابي داود و النساءئ)
Dari Abu Hurairah ra, bahwa
Rasulullah berkata. “Sedekat-dekatnya keberadaan seorang hamba denga Tuhannya
ialah ketika ia sujud. Maka perbanyaklah doa ketika sujud” (HR. Muslim, Abu
Daud, dan Nasai))
3.
Mendekati
Allah dengan meninggalkan hal-hal haram, dan menjauhi larangan-larangan.
Yaitu dengan tidak meminta kepada Allah
dengan kedudukan salah seorang dari manusia, atau amal perbuatan salah seorang
dari hamba-hamba Allah. Karena kedudukan seseorang itu bukan karena usahanya,
dan amal perbuatan seseorang itu bukan berasal dari amal perbuatannya, sehingga
ia harus meminta kepada Allah dengannya, atau mempersembahkan perantaraan di
depan Allah dengan perantaraan tersebut.[54]
Setiap orang yang dimuliakan oleh Allah
dengan hidayah, lalu dia beriman kepada Allah, bertakwa kepada-Nya dan
mendekatkan diri kepada-Nya dengan mengerjakan ketaatan dan meninggalkan
kemaksiatan maka dia adalah kekasih Allah.[55]
D.
Pendapat
Mufassir Tentang Ayat-Ayat Zulfa>
Dari ayat-ayat
zulfa> yang sudah disebutkan
di atas, maka penulis hanya membatasi pembahasan tentang zulfa> pada 6 ayat, yaitu: QS. al-Mulk ayat 27, QS. Hu>d ayat 114, QS.
Saba’ ayat 37, QS. Sad ayat
25 dan 40, dan QS.
al-Zumar ayat 3.
1. QS.
al-Mulk ayat 27
فَلَمَّا
رَأَوۡهُ زُلۡفَةٗ سِيَٓٔتۡ وُجُوهُ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ وَقِيلَ هَٰذَا ٱلَّذِي
كُنتُم بِهِۦ تَدَّعُونَ ٢٧
Ketika mereka
melihat azab (pada hari kiamat) sudah dekat, muka orang-orang kafir itu menjadi
muram. Dan dikatakan (kepada mereka) inilah (azab) yang dahulunya kamu selalu
meminta-mintanya.[56]
Menurut HAMKA, dalam Tafsi>r Al-Azhar, perangai orang yang kafir, yang menolak kebenaran Allah memang demikian.
Mulanya ditantangnya kebenaran. Kalau diberi peringatan kepada mereka jika
mereka terus-menerus menantang kebenaran pastilah mereka akan ditimpa azab.
Dengan sombong dan pongahnya mereka akan menantang lagi; “Mana azab itu. Bawa ke mari sekarang juga, aku tidak takut.” Tapi bila azab itu benar-benar datang, keruhlah muka mereka, atau
pucat-pasilah muka mereka karena takut. Timbul sesal, padahal sesal tidak
berguna. Ingin hendak memperbaiki jalan hidup, padahal sudah kasip. “Lalu
dikatakanlah.” Lalu datanglah suara kebenaran itu sendiri, atau suara malaikat
menyampaikan peringatan, atau suara dari keadaan itu sendiri yang telah mereka
saksikan dan tidak dapat dielakkan lagi, sebab, sudah menjadi kenyataan: “lnilah
dia yang dahulu selalu kamu tanya-tanyakan itu.”[57]
Menurut Wahbah
Az-Zuhaili> dalam Tafsi>r Al-Muni>r, ketika mereka melihat adzab yang dijanjikan telah dekat di dunia,
Kiamat telah terjadi dan disaksikan oleh orang-orang kafir mereka melihat bahwa
hal ini telah dekat sebab semua yang pasti datang dianggap dekat meskipun waktu
kedatangannya lama, wajah-wajah mereka menghitam dipenuhi kesedihan, kehinaan,
dan kenistaan. Malaikat adzab, peniaga neraka berkata kepada mereka dengan gaya
peneguran secara keras juga pencelaan, “inilah yang dulu kalian tuntut di
dunia kalian minta segera dengan cara mengejek dalam bentuk ucapan kepada
Rasulullah”.[58]
قَالُوٓاْ
أَجِئۡتَنَا لِتَأۡفِكَنَا عَنۡ ءَالِهَتِنَا فَأۡتِنَا بِمَا تَعِدُنَآ إِن
كُنتَ مِنَ ٱلصَّٰدِقِينَ
“Mereka menjawab, “apakah engkau dating kepada
kami untuk memalingkan kami dari (menyembah) tuhan-tuhan kami? Maka
datangkanlah kepada kami adzab yang telah engkau ancamkan kepada kami, jika engkau
termasuk orang yang benar.” (QS. Al-Ahqa>f:22).[59]
Mirip dengan ayat itu adalah:
وَلَوۡ
أَنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُواْ مَا فِي ٱلۡأَرۡضِ جَمِيعٗا وَمِثۡلَهُۥ مَعَهُۥ
لَٱفۡتَدَوۡاْ بِهِۦ مِن سُوٓءِ ٱلۡعَذَابِ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِۚ وَبَدَا لَهُم
مِّنَ ٱللَّهِ مَا لَمۡ يَكُونُواْ يَحۡتَسِبُونَ وَبَدَا لَهُمۡ سَئَِّاتُ مَا كَسَبُواْ وَحَاقَ بِهِم مَّا
كَانُواْ بِهِۦ يَسۡتَهۡزِءُونَ
“Dan sekiranya orang-orang yang zalim
mempunyai segala apa yang ada di bumi dan ditambah lagi sebanyak itu, niscaya
mereka akan menebus dirinya dengan itu dari azab yang buruk pada hari kiamat. Dan
jelaslah bagi mereka adzab dari Allah yang dahulu tidak pernah mereka
perkirakan. Dan jelaslah bagi mereka kejahatan apa yang telah mereka kerjakan
dan mereka diliputi oleh apa yang dahulu mereka selalu memperolok-oloknya.” (QS.
Al-Zumar : 47-48)[60]
Menurut Al-T}abari> dalam Tafsi>r Al-T{abari> maksud zulfah
dalam ayat tersebut adalah ketika orang-orang musyrik melihat azab Allah telah
dekat kepada mereka, dan mereka benar-benar melihatnya dengan mata kepala
sendiri
Al-T}abari> mengutip dari Bisyr menceritakan
kepada kami, dia berkata: Yazid menceritakan kepada kami, dia berkata: Sa’id
menceritakan kepada kami dari Qatadah, tentang firman Allah ia berkata,
“maksudnya adalah ketika (mereka) melihat azab Allah dengan mata kepala sendiri
dengan jelas.[61]
Menurut Quraish Shihab dalam Tafsi>r al-Mis}ba>h, kata zulfah dalam ayat
tersebut ketika orang-orang musyrik telah melihat dengan mata kepala siksa yang
diancamkan itu sudah dekat kehadirannya, yakni pada hari kiamat dan setelah
pengumpulan makhluk dipadang mahsyar.[62]
2. QS. Hu>d
ayat 114
وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ
طَرَفَيِ ٱلنَّهَارِ وَزُلَفٗا مِّنَ ٱلَّيۡلِۚ إِنَّ ٱلۡحَسَنَٰتِ يُذۡهِبۡنَ ٱلسَّئَِّاتِۚ
ذَٰلِكَ ذِكۡرَىٰ لِلذَّٰكِرِينَ ١١٤
Dan
dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada
bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik
itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi
orang-orang yang ingat.[63]
Menurut Quraish Shihab dalam Tafsi>r
al-Mis}ba>h, kata zulafan adalah bentuk jamak dari kata zulfah yang artinya waktu-waktu yang saling berdekatan. Ayat
ini memberikan penjelasan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara
mendirikan shalat pada pagi dan petang dan pada permulaan dari pada malam yakni
shalat magrib dan isya.[64]
Menurut Must{a>fa> al-Mara>ghi>
dalam Tafsi>r al-Mara>ghi> bahwa az-zulaf adalah bentuk jamak
dari kata zulfa> yang artinya bagian dari awal malam, karena dekat
dari siang. Yang dimaksud zulafan (dua bagian dari awal malam yaitu
shalat maghrib dan isya’.[65]
Menurut HAMKA, dalam Tafsi>r Al-Azhar, yang dimaksud dengan zulafan yaitu bagian
terdekat dari malam, yang waktu maghrib (habis terbenam matahari) dan waktu
Isya', yang telah masuk apabila telah hilang syafaq yang merah. Di dalam ayat
ini tercakuplah rupanya waktu yang lima, sembahyang yang menjadi satu di antara
lima tiang (rukun) Islam. [66]
Tsa'labi; mengatakan bahwa zulafan
ialah permulaan malam. Al-Akhfasy; mengatakan arti zulafan itu ialah
seluruh saat-saat malam, tetapi beliau mengakui asal makna dari zulafan,
ialah dekat. Memanglah Maghrib dan Isya'itu masih permulaan dari malam. [67]
Menurut HAMKA di dalam ayat 114 Surat Hu>d ini, dan di dalam Surat l7 al-lsra>' ayat 78 pun ada ayat semacam ini: Dengan sebab itu
dapatlah kita fahami betapa hebatnya pengaruh sembahyang lima waktu itu. Dia
menghapuskan dosa-dosa yang telah lalu, asal jangan dosa besar. Dan dia pun
menjadi penghalang pula bagi dosa yang akan datang. Karena baru saja kita akan
tergelincir berbuat dosa di waktu menjelang tengahari, tiba-tiba waktu zuhur
pun masuk, dan kita pun zikir lagi, ingat lagi kepada Allah, sehingga tidak
jadi. Demikian seterusnya ke waktu-waktu yang lain.[68]
Menurut Wahbah Az-Zuhaili> dalam Tafsi>r
Al-Muni>r. (وَزُلَفٗا مِّنَ
ٱلَّيۡلِ)
mencakup dua shalat yaitu Maghrib dan Isya. Ayat ini mencakup semua waktu-waktu
shalat, seperti yang disebutkan dalam ayat yang lain yaitu:[69]
أَقِمِ
ٱلصَّلَوٰةَ لِدُلُوكِ ٱلشَّمۡسِ إِلَىٰ غَسَقِ ٱلَّيۡلِ وَقُرۡءَانَ ٱلۡفَجۡرِۖ
إِنَّ قُرۡءَانَ ٱلۡفَجۡرِ كَانَ مَشۡهُودٗا
“Laksanakanlah
shalat sejak matahari tergelincir sampai gelapnya malam dan (laksanakanlah pula
shalat) Shubuh. Sungguh, shalat Shubuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al-Isra>':
78)[70]
فَسُبۡحَٰنَ
ٱللَّهِ حِينَ تُمۡسُونَ وَحِينَ تُصۡبِحُونَ وَلَهُ ٱلۡحَمۡدُ فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ
وَٱلۡأَرۡضِ وَعَشِيّٗا وَحِينَ تُظۡهِرُونَ
“Maka
bertasbihlah kepada Allah pada petang hari dan pada pagi hari (waktu Shubuh),
dan segala puji bagi-Nya baik di langit, di bumi, pada malam hari dan pada
waktu Zhuhur (tengah hari).” (QS. Al-Ru>m: 17-18)[71]
Menurut Al-T}abari> dalam Tafsi>r Al-T{abari> maksud Zulafan
dalam ayat ini adalah shalat maghrib. Karena shalat tersebut dilaksanakan
setelah terbenamnya matahari. Penakwilan kata Zulafan maksudnya adalah
bagian-bagian dari waktu malam hari, yang merupakan bentuk dari jamak
dari lafazh zulfah, zulfah sendiri berarti saat, kedudukan, dan
kedekatan.[72]
3. QS. Saba’
ayat 37
وَمَآ أَمۡوَٰلُكُمۡ
وَلَآ أَوۡلَٰدُكُم بِٱلَّتِي تُقَرِّبُكُمۡ عِندَنَا زُلۡفَىٰٓ إِلَّا مَنۡ
ءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحٗا فَأُوْلَٰٓئِكَ لَهُمۡ جَزَآءُ ٱلضِّعۡفِ بِمَا
عَمِلُواْ وَهُمۡ فِي ٱلۡغُرُفَٰتِ ءَامِنُونَ ٣٧
Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula)
anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun; tetapi orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal-amal (saleh, mereka itulah yang memperoleh
balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan
mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam surga).[73]
Menurut Must{}afa> al-Mara>ghi>, Allah menjelaskan kepada
hamba-hambanya bahwa bukanlah harta benda yang kau banggakan serta anak-anak
yang kau sombongkan yang mendekatkan kamu kepada Allah akan tetapi barangsiapa
yang beriman dan beramal shaleh maka itulah yang mendekatkan mereka kepada
Allah.[74]
Menurut HAMKA,
dalam Tafsi>r Al-Azhar Janganlah kamu
salah sangka, bahwa hartabendamu yang berlimpah-ruah itu atau dengan anak
keturunanmu itu dapat kamu pergunakan sebagai alat guna memperdekatkan kamu
kepada Allah. “Melainkan barangsiapa yang beriman dan beramal yang shalih.”
Pokok utama ialah bahwa kamu terlebih dahulu beriman kepada Allah. Iman itu
kamu buktikan dengan amalan yang shalih. Harta benda itu kamu pergunakan untuk
menegakkan iman dan untuk membuktikan amal. Anak-anak kamu itu kamu didik
sehingga timbul kesadaran beragama, percaya kepada Tuhan. Sebab kelapangan
rezeki itu tidaklah kamu akan dapati kalau bukan karunia atau anugerah dari
Allah. Maka bersyukurlah kepada Tuhan.[75]
Menurut Wahbah Az-Zuhaili> dalam Tafsi>r
Al-Muni>r, Allah SWT
menjelaskan tolok ukur penilaian posisi kedekatan seseorang di sisi-Nya, bahwa
hal itu sama sekali bukan dengan banyaknya harta dan anak, tapi dengan iman dan
amal saleh. (وَمَآ
أَمۡوَٰلُكُمۡ وَلَآ أَوۡلَٰدُكُم بِٱلَّتِي تُقَرِّبُكُمۡ عِندَنَا زُلۡفَىٰٓ
إِلَّا مَنۡ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحٗا) banyaknya harta
kekayaan dan anak-anak kalian sama sekali bukan merupakan tanda dan bukti
kecintaan, kasih sayang dan keridhaan Kami kepada kalian, bukan pula merupakan
sesuatu yang bisa mendekatkan kalian kepada rahmat dan karunia Kami. Harta
kekayaan dan anak-anak kalian itu tidak Iain hanyalah fitnah, ujian dan cobaan
untuk membuktikan siapa yang menggunakannya untuk tujuan ketaatan kepada Allah
SWT dan siapa yang menggunakannya untuk kemaksiatan dan kedurhakaan kepada-Nya.
Akan tetapi, orang yang beriman kepada Allah SWT, rasul-rasul-Nya,
kitab-kitab-Nya dan hari akhir; serta mengerjakan amal-amal saleh dengan
menunaikan amal-amal fardhu dan menggunakan harta kekayaannya untuk ketaatan
kepada-Nya, keimanannya dan amal salehnya itu mendekatkan dirinya di sisi Allah
SWT.
Imam Ahmad, Muslim, dan Ibnu Majah
meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah saw. bersabda,
"Sesungguhnya Allah SWT tidak melihat penampilan luar kalian dan tidak
pula kekayaan kalian, tetapi Dia tidak lain hanya melihat hati dan amal
perbuatan kalian." (HR Imam Ahmad, Muslim, dan Ibnu Majah)[76]
Menurut Al-T}abari>
dalam Tafsi>r Al-T{abari> maksud zulfa> dalam ayat tersebut bahwasanya
harta yang dibangga-banggakan di depan manusia dan anak-aanak yang disombongkan
kepada manusia tidak bisa mendekatkan kepada Allah sedikitpun. Kecuali orang
yang beriaman dan beramal shalih yang harta dan keturunannya mendekatkan kepada
Allah karena mereka mentaati Allah berkaiatan dengan harta dan keturunan
mereka, serta menjalankaan hak hak Allah kepadanya. Ini tidak terjadi kepada
orang yang fufur kepada Allah.[77]
4. QS. Sad
ayat 25 dan 40
فَغَفَرۡنَا
لَهُۥ ذَٰلِكَۖ وَإِنَّ لَهُۥ عِندَنَا لَزُلۡفَىٰ وَحُسۡنَ مََٔابٖ ٢٥
Maka Kami ampuni baginya
kesalahannya itu. Dan sesungguhnya dia
mempunyai kedudukan dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik.[78]
وَإِنَّ
لَهُۥ عِندَنَا لَزُلۡفَىٰ وَحُسۡنَ مََٔابٖ ٤٠
Dan sesungguhnya
dia mempunyai kedudukan yang dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik.[79]
Menurut Must{a>fa>
al-Mara>ghi> dalam Tafsi>r al-Mara>ghi> ayat 25 menceritakan
tentang kisah Nabi Daud yang diberi ampunan oleh Allah atas kesalahannya karena
sesungguhnya dia mempunyai kedudukan dekat disisi Allah yang merupakan tempat
kembali yang baik.[80] Pada ayat 40 Allah menceritakan tentang kisah Nabi
Sulaiman yang diuji dengan suatu penyakit berat yang membuatnya tergeletak di atas
kursi, kemudian ia bertaubat. Maka ia memperoleh kedudukan yang dekat di sisi
Allah di akhirat.[81]
Menurut Quraish
Shihab dalam Tafsi>r al-Mis}ba>h kata zulfa> berarti
kedekatan. Kedekatan disisi Allah berarti kedudukan yang tinggi lagi terhormat.
Inilah yang dimaksud ayat diatas.[82]
Menurut HAMKA, dalam Tafsi>r Al-Azhar pada ayat 25 menceritakan
seorang Rasul yang budinya pastilah sangat luhur, kealpaan yang
sedikit saja pun menyebabkan dia segera memohon ampun kepada Allah, dan Allah
pun segera pula memberi ampun, bahkan dipuji disanjungnya hamba-Nya
itu dengan sabda-Nya pada akhir
ayat; “Dan
sesungguhnya baginya di sisi Kami adalah
sangat dekat dan sebaik-baik kembali.”.
Dipuji disanjung beliau setinggi-tingginya sebagai seorang Hamba Allah yang
sangat dekat kepada Allah dan selalu dia kembali kepada Tuhan, mengembalikan urusannya
kepada Allah, dengan sebaik-baiknya.[83]
Dan pada ayat
40 menceritakan suatu pujian
yang sangat baik dari Tuhan terhadap anak Nabi Daud yaitu Sulaiman, Nabi-Nya,
Rasul-Nya dan orang yang Dia angkatkan dalam kemuliaan duniawi sampai menjadi
Raja Besar. Pujian demikian tinggi, sebagai orang terdekat kepada Tuhan, karena
kemegahan dunianya tidaklah membuatnya lalai dari mengingat Tuhan.[84]
Menurut Wahbah
Az-Zuhaili> dalam Tafsi>r Al-Muni>r. Pada ayat 25 menceritakan tentang Nabi Daud yang diampuni oleh
Allah karena prasangka buruknya atau kategori perbuatan baik orang-orang bajik
dianggap perbuatan buruk bagi orang-orang yang dekat kepada Tuhan. Dawud
memiliki kedekatan di sisi Allah SWT dan tempat kembali yang baik, surga.[85] Pada ayat ke 40 menceritakan bahwa Nabi Sulaiman akan mendapatkan
kedudukan yang dekat dan penghormatan di sisi Allah SWT serta tempat kembali
yang baik, yaitu surga dan limpahan pahala. Ia memperoleh keberuntungan besar
di sisi Allah SWT pada hari Kiamat.[86]
Menurut Al-T}abari> dalam Tafsi>r Al-T{abari> maksud zulfa> dalam ayat tersebut adalah
sesungguhnya Nabi Daud memperoleh kedekatan dengan Allah pada hari kiamat. Dan
kedudukan yang dekat di sisi Allah juga diperoleh karena kembali dan tobatnya kepada
Allah serta ketaatannya kepada Allah.[87]
5. QS.
al-Zumar ayat 3
أَلَا
لِلَّهِ ٱلدِّينُ ٱلۡخَالِصُۚ وَٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُواْ مِن دُونِهِۦٓ أَوۡلِيَآءَ
مَا نَعۡبُدُهُمۡ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَآ إِلَى ٱللَّهِ زُلۡفَىٰٓ إِنَّ ٱللَّهَ
يَحۡكُمُ بَيۡنَهُمۡ فِي مَا هُمۡ فِيهِ يَخۡتَلِفُونَۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي
مَنۡ هُوَ كَٰذِبٞ كَفَّارٞ
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih
(dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata):
"Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami
kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang
mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang
pendusta dan sangat ingkar.[88]
Menurut HAMKA dalam Tafsi>r
Al-Azhar ayat ini menjelaskan tentang orang-orang kafir yang berkata untuk membela perbuatannya yang salah itu, “Tidaklah kami menyembah kepada mereka, melainkan supaya mereka mendekatkan kami
kepada Allah sedekat-dekatnya.” Di
dalam pembelaan diri itu mereka mengakui memang Allah itu Esa adanya. Tiada Dia
bersekutu dengan yang lain. Tetapi kata mereka karena Allah itu sangat tinggi
tidaklah akan sampai orang semacam kita yang hina-dina ini akan dapat mencapai
Dia, kalau tidak ada orang perantaraan atau orang pengantar. mereka mendekati
Tuhan dengan memakai perantara. Menurut HAMKA mereka telah berfikir dengan
sangat salah. Sehingga menurut HAMKA Betapa bodohnya orang yang mencari
perantara atau pengantar untuk mendekati Allah,
Maka keputusan Tuhan akan datang
penolak peribadatan semacam itu.[89]
Menurut Wahbah al-Zuhaili> dalam Tafsi>r Al-Muni>r, dalam surah al-Zumar ayat 3 ini menerangkan bahwasanya
orang-orang musyrik yang berlindung kepada selain Allah SWT-namun menyembah
berhala berkata, “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka
mendekatkan kami kepada Allah SWT sedekat-dekatnya dan memberi kami syafaat
dari-Nya untuk menyelesaikan berbagai kepentingan kami.” Sehingga Menurut
Wahbah al-Zuhaili> mereka adalah pembohong yaitu orang yang mengatakan bahwa Allah SWT
beranak dan sesembahan tersebut memberinya syafaat dan mendekatkannya kepada
Allah SWT. sangat keterlaluan dalam kekafirannya dengan menjadikan
berhala-berhala tersebut sebagai tuhan dan sekutu Allah SWT tanpa berlandaskan
dalil aqli maupun naqli yang bisa diterima.[90]
Menurut Quraisy Shihab dalam Tafsi>r al-Mis}ba>h kata zulfa>> (dekat) dalam ayat tersebut kaum musyrikin berkata bahwa
penyembahan terhadap apa yang dianggap mereka benar seperti benda-benda,
berhala pada intinya tujuannya adalah sebagai pendekatan kepada Allah SWT. Dan
benda-benda yang mereka pertuhankan. Namun kenyataannya orang-orang awam dari
orang-orang musyrik itu tidak bisa membedakan mana berhala (benda yang dianggap
sebagai tuhan) yang menjadi lambang dari Tuhan mereka dengan Tuhan yang
sebenarnya itu sendiri.[91]
Menurut Must{a>fa> al-Mara>ghi> dalam
Tafsi>r al-Mara>ghi> dari
kata zulfa>> dalam ayat ini adalah mereka (orang-orang musyrik) tidak menyembah berhala,
melainkan berhala tersebut adalah Allah yang mereka lambangkan sebagai
sesembahan mereka dalam mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.[92]
Menurut Al-Ra>zi> dalam Tafsi>r
Mafa>tih al-Ghayb
kata zulfa>> dalam ayat ini
menerangkan tentang ibadah orang-orang kafir terhadap patung-patung dan
benda-benda mati yang dapat mendekatkan mereka kepada Allah. Benda-benda mati
itu seperti halnya dengan jimat, pohon, dan batu-batu yang apabila mereka
menyembahnya mereka berkeyakinan bahwa patung dan benda-benda mati itu sama
dengan bintang-bintang, arwah-arwah langit, para Nabi, dan orang-orang Shaleh
terdahulu, yang dapat memberi syafaat disisi Allah dan dapat mendekatkan mereka
kepada Allah.[93]
Ibnu
Katsi>r berkata dalam Tafsi>r
Al-Qur’a>n al-‘Az}i>m
bahwa orang-orang musyrik menyembah patung-patung yang mereka pahat dengan rupa
malaikat-malaikat yang terdekat (dengan Allah) menurut dugaan mereka, agar malaikat-malaikat
tersebut mau meminta pertolongan bagi mereka disisi Allah, untuk menolong
mereka. Qatadah, As-Saddi, dan Malik telah meriwayatkan dari Zaid bin Aslam dan
Ibnu Zaid sehubungan dengan firman Allah dalam QS. Al-Zumar ayat 3 yaitu agar sesembahan-sesembahan
itu dapat menolong kami dan mendekatkan kami kepada Allah SWT.[94]
Menurut Al-T}abari> dalam Tafsi>r Al-T{abari> maksud zulfa> dalam ayat tersebut adalah
orang-orang yang menjadikan penolong-penolong lain selain Allah untuk menolong
diri mereka, menyembah selain Allah, berkata kepada penolong-penolong itu,
“wahai tuhan-tuhan, kami menyembah kamu hanyalah agar kamu mendekatkan kami
kepada Allah dengan sedekat-dekatnya. Agar tempat kami dekat dengan-Nya. Agar
kamu memberikan pertolongan kepada kami dari sisi-Nya dalam setiap keperluan
kami.[95]
BAB V
PENUTUP.
A.
Simpulan
1.
Analisis penafsiran Sayyid
Qut}b mengenai ayat-ayat zulfa>> dalam Tafsi>r Fi>
Z{ila>lil Qur’a>n sebagai berikut:
a. QS. al-Mulk ayat 27 mengindikasikan zulfa>
orang-orang yang mendustakan Rasulullah dengan azab.
b. QS. Hud ayat 114 mengindikasikan zulfa>
melalui shalat.
c. QS. Saba’ ayat 37 menjelaskan zulfa>
melalui amal shalih.
d. QS.Sad ayat 25 dan 40 menjelaskan zulfa>
berupa kedudukan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman.
e. QS.
al-Zumar ayat 3 menjelaskan zulfa> orang-orang musyrik.
2.
Adapun relevansi penafsiran Sayyid Sayyid Qut}b dengan masa kini antara lain:
a. Dalam mendekatkan diri kepada Allah (zulfa>>) menurut Sayyid Qut}b harus secara langsung dan menempuh jalan yang telah
ditetapkan oleh Allah, yaitu jalan ketauhidan yang murni yang tidak
terkontaminasi oleh konsep media atau syafaat. Sehingga mendekatkan diri kepada
Allah melalui tawassul, dan tabarruk kepada ahli kubur tidak diperbolehkan karena dikhawatirkan bertentangan
dengan tauhid uluhiyah dan terjerumus kedalam kemusyrikan sebagaimana yang
telah dilakukan orang-orang jahiliyah pada masa dahulu dan tergambar dalam QS.
al-Zumar ayat 3. Penafsiran Sayyid Qut}b sangat
relevan dengan masa kini terutama dengan ulama yang kontra dengan tawassul, dan tabarruk kepada ahli kubur, dan penafsirannya berbanding terbalik, yakni tidak
relevan dengan ulama yang pro terhadap tawassul, dan tabarruk
kepada ahli kubur.
b. Ada persamaan dan perbedaan zulfa>> pada masa dahulu dengan masa kini. Adapun persamaannya adalah sama-sama
menggunakan media atau perantara dalam mendekatkan diri kepada Allah. Sedangkan
perbedaannya adalah kalau zulfa>> dahulu mereka (orang-orang jahiliyah)
menyembahnya dan dilakukan oleh orang-orang musyrik, sedangkan zulfa>>
pada masa kini mereka tidak menyembah akan tetapi hanya bertawassul, dan tabarruk kepada ahli kubur, terutama para wali
dan orang-orang sholih.
3.
Kritik dan Saran
1.
Dalam
penelitian ini, penulis terfokus pada Interpretasi Sayyid
Qut}b tentang ayat-yat zulfa>>
dalam tafsir Fi> Z{ila>lil Qur’a>n. Pembaca dapat melakukan penelitian lanjutan tentang zulfa>>
perspektif mufasir lainnya.
2. Dari penulisan penelitian ini tidaklah jauh dari kata sempurna, kekurangan
dan kesalahan pasti akan didapatkan. Maka dari itu, penulis sangat mengharap
kepada pembaca saran serta kritikan yang membangun untuk membenahi kekurangan
dalam penelitian ini. Dan yang terakhir penulis berharap semoga penelitian ini
bermanfaat khususnya penulis sendiri dan para pembaca umumya.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Sirajuddin, Wal-Jama’ah I’itiqad Ahlussunnah (Kelantan:
Pustaka Aman Press Sdn. Bhd., 1978)
Abdul Fattah al-Khalidi, Shalah, Pengantar
Memahami
Tafsi>r Fi>
Z}hila>l al-Qur’a>n, (Solo: Era Intermedia, 2001)
Abdul
Wahhab, Muhammad bin,
Perilaku dan Akhlak Jahiliyah, terjm,
Hasan Husain Bahana dan Rusydi abu Salamah, (Pekalongan: Pustaka Sumayyah, 2013)
Abdul Wahab, Muhammad bin, terjemah Mushab, Kasyfu Asyubhat,
(Pustaka Ibnu Umar)
Abu, Ubaida Darwis, Panduan Akidah Ahlusunnah Waljamaah,
(Jakarta Timur: Pustaka Al-Kustar, 2008)
Affani,
Syukron, Tafsir Al-Qur’an dalam sejarah perkembangannya, (Jakarta:
Kencana, 2019)
Al-Abbas, Muhammad’id, Abu Taitsal-Atsari, Shahih Tawassul, (t.t: Akbar Media,
t.th)
Alfa-sa, Pilihan
Kita di Dunia Nasib Kita di Akhirat, (Bangkalan: Pustaka Darusshalah, 2014)
Alfa-sa, Karsa Memurnikan Kalimat Tauhid La>
Ila>ha Illa> Alla>h Dalam
Aqidah dan Ibadah, (Bangkalan: Pustaka Darusshalah, 2015)
Aliyah, Sri, “Kaidah-Kaidah Tafsi>r
Fi> Z{ila>lil Qur’a>n”, Jurnal Jia, Vol. X1V, No. 2 Tahun 2013.
Al-Maliki Al-Hasani, Muhammad, Meluruskan Kesalahpahaman Seputar
Bid’ah, Syafa’at, Takfir, Tasawuf. Tawassul, dan Ta’zhim (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2002)
Al-Qahthani, Sa’id bin Musfir, Buku Putih Syaikh Abdul Qadir
Al-Jailani, terj, Munirul Abidin, (Jakarta: CV Daril Falah, 2003)
Anas, Ali bin Husain Abu Luz, Abu, Ulasan Lengkap Tawassul,
terj, Muhammad Iqbal Amrullah, Cet, V, (Jakarta: Darul Haq, 2016)
Asmaran, Membaca
Fenomena Ziarah Wali di Indonesia: Memahami Tradisi Tabarruk dan Tawassul, “Jurnal Al-Banjari”, Vol. 17, No. 2,
Juli-Desember 2018
Ayyub,
Mahmud, Quran dan Para Penafsirnya, (jakarta;
PustakaFirdaus, 1992.)
Badriyah, Ayat-ayat Tawassul dalam Perspektif Muhammad bin Abdul
Wahab, (Skripsi S1 IAIN Walisongo, 2009).
Departemen Agama, Mushaf Aisyah Al-Qur’an dan Terjemah,
(Bandung: Jabal 2010)
Drajat, Amroeni, Ulumul Qur‟an,
(Depok: Kencana, 2017)
Faisal
Bahreisy, Fauzi dkk, Buku Saku Olah Jiwa, (Jakarta: Zaman, 2013)
Fuad ‘Abd al-Baqi, Muhamad, Mu’jam al-Mufahras Li Alfaz al-Qur’an, (Beirut: Dar
Al-Fikr, 1992)
HAMKA, Tafsi>r Al-Azhar, jilid 10 (Singapura: Pustaka Nasional PTE LTD, t.th)
Hidayat, Adi “Hukum Tawassul”, diakses melalui alamat
https://www.youtube.com/ watch?v=C9bf2IzYZ14, tanggal 9 September 2021
Hidayat, Nuim, Sayyid Qut}b
Biografi dan Kejernuhan Pemikirannya, (Jakarta:
Gema Insani press, 2005)
Jala>luddin Al-Mahalli>, Imam >, Imam
Jala>luddin al-Suyu>t}i>, Tafsi>r Jala>lyn, terj, Bahrun Abu Bakar, Juz 4, (Bandung:
Penerbit Sinar Baru Algensindo, 1990)
Jabir al-Jazairi, Abu Bakar, Ensiklopedi
Muslim, terj, Fadhil Bahri, (Bekasi: PT.
Darul Falah, 2016)
Jari>r Al-T}abari>, Ibnu >, Tafsi>r
Al-T{abari>, terj,
Misbah dkk, jilid 25, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009)
katsi>r, Ibnu, Tafsi>r Al-Qur’a>n al-‘Az}i>m, (t.t: Dar Thibah Li an- Nasyr
wa al-Tauzi, 1999)
Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemah,
(Bandung: PT Sygma Exagrafika, 2010)
Mahfud, Muhsin, Fī Ẓila>l Al-Qur’a>n Tafsir
Gerakan Sayyid Qut}b, Tafsere,
Vol.1, No. (2013)
Mara>ghi
(al), Must{}a>fa> >, Tafsi>r
al-Mara>ghi>, terj. Bahrun Abu Bakar, Dkk. jilid XXIII, (Semarang: CV Toha Putra, 1988)
Masduha, Alfa>z{
Buku Pintar Memahami Kata-Kata Dalam Al-Qur’an,
(t.t: Pustaka Al-Kautsar, t.th)
Misbahul Mujib, M., “Fenomena Tradisi Ziarah Lokal dalam Masyarakat
Jawa: Kontestasi Kesalehan, Identitas Keagamaan dan Komersial,” IBDA` : Jurnal
Kajian Islam dan Budaya 14, no. 2 (2016)
Muhammad Makhluf, Hasanain, kamus al-Qur’an, (Bandung:
Penerbit Sinar Baru Algensindo, 2011)
Muhammad, Sayyid bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani, Paham-Paham Yang
Harus Diluruskan, (t.t: t.p, t.th)
Munawwir, M. Fajrul, “Sayyid Quṭb dan tafsir Jahiliyah,” Jurnal
Dakwah, Vol. XI, No. 1 Tahun 2011.
Nul hakim, Lukman, Buku Dasar Metodologi dan Kaidah-Kaidah
Tafsir, (Palembang: IAIN R.F., t.p, 2007)
Qadir, Abdul Hasan, Kamus Al-Qur’an,
(Jakarta: t.p, 1964)
Quthub, Sayyid, Tafsir Fi Dzialil Quran, terj, As’ad Yasin, dkk, jilid 11 (Jakarta:
Gema Insani press, 2004)
Ra>zi> (al), Fakhr > al-Di>n, Tafsi>r
Mafa>tih al-Ghayb, Jilid 26, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1981)
Ridawati, Mujiatun, “Metode Sayyid Qut{b
dalam Menafsirkan Ayat-Ayat Mengenai Kepemilikan dan Harta, Jurnal al-Huda,
Volume 10, No. 2, 2019
Sapia,
Nur Harahap, ”penelitian
kepustakaan” Jurnal Iqra’, Vol 8 mei 2014,
Siyoto, Sandu dan M. Ali Sodik, Dasar
Metodologo Penelitian, (Yogyakarta;Literasi Media Publishing, 2015)
Shihab, Quraish, Tafsi>r
al-Mis}ba>h, jilid,
14, (Jakarta; Lentera Hati, 2002)
Siyoto, Sandu dan M. Ali Sodik, Dasar
Metodologo Penelitian, (Yogyakarta: Literasi Media Publishing, 2015)
Tulus, Moh. Yamani, “Memahami al-Qur’an dengan Metode Maudhu’i”, Jurnal
Pendidikan Agama Islam, Vol. 1 No. 2 Januari-Juni 2015
Ulfatul Hasanah Rina, Buku Pintar Muslim dan
Muslimah, (t.t: tp., t.th)
Warson Munawwir, Ahmad, al-Munawwir, (Surabaya:
Pustaka Progresif, 1997)
Zuhaili> (al) Wahbah >, Tafsi>r
Al-Muni>r, terj, Abdu Hayyie al-Kattani, dkk, Jilid 12,
(Jakarta: Gema Insani press, 2013)
[1] Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemah,
(Bandung: PT Sygma Exagrafika, 2010), hlm 277.
[2] Darwis Abu Ubaida,
Panduan Akidah Ahlusunnah Waljamaah, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kustar,
2008), hlm 9.
[3] Ibid., 220.
[4] Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Ensiklopedi
Muslim, terj, Fadhil Bahri, (Bekasi: PT.
Darul Falah, 2016), hlm 70.
[5] Abdul Qadir Hasan, Kamus Al-Qur’an, (Jakarta;
tp. 1964), hlm 64.
[6] Wahbah Az-Zuhaili>, Tafsi>r Al-Muni>r, terj, Abdu Hayyie al-Kattani,dkk, Jilid 12, (Jakarta: Gema Insani press, 2013), hlm. 217.
[7] Must{a>fa>
al-Mara>ghi>, Tafsi>r al-Mara>ghi>, terj. Bahrun Abu Bakar, Dkk. jilid XXIII, (Semarang: CV Toha Putra, 1988), hlm. 219-260.
[8] Quraish Shihab, Tafsi>r al-Mis}ba>h, (Jakarta; Lentera Hati, 2002), hlm. 355.
[9] Must}{a>fa>
al-Mara>ghi>, Tafsi>r al-Mara>ghi>, terj. Bahrun Abu Bakar, dkk. jilid XXII, hlm. 150.
[10] Hamka, Tafsi>r Al-Azhar, jilid 8 (Singapura: Pustaka Nasional PTE LTD, t.th),
hlm. 6165-6166.
[11] Muhamad Fuad ‘Abd al-Baqi, Mu’jam al-Mufahras Li Alfaz al-Qur’an,
(Beirut: Dar Al-Fikr,
1992), hlm. 421.
[12] Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Tafsi>r
Mafa>tih al-Ghayb, Jilid 26, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1981), hlm. 241-242.
[13] Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemah…
220.
[14] Ibid., 573
[15] Ibid., 251
[16] Muhammad bin Abdul Wahab, Kasyfu Asyubhat terj, Mushab, (t.t:
Pustaka Ibnu Umar, t.th), hlm. 4-5.
[17] Ibid,.4-5
[18] Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemah,.458
[19] Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemah…113
[20] Ayyub Mahmud, Qur’an
dan Para Penafsirnya, (jakarta: Pustaka Firdaus,1992), hlm. 17.
[21] Sayyid Qut{ub, Tafsi>r Fi> Zila>lil Qur’a>n, terj, As’ad Yasin,
dkk, jilid 11 (Jakarta: Gema Insani press, 2004), hlm. 65.
[22] Nuim Hidayat, Sayyid Qut}b Biografi dan Kejernuhan Pemikirannya, (Jakarta: Gema Insani press, 2005), hlm. 9.
[23] Sandu Siyoto dan M. Ali Sodik, Dasar
Metodologo Penelitian, (Yogyakarta: Literasi Media Publishing, 2015), hlm.
28.
[24] Harahap, Nur Sapia ”penelitian kepustakaan” Jurnal
Iqra’, Vol 8 mei 2014, 68
[25] Sandu Siyoto dan M. Ali Sodik, Dasar Metodologo
Penelitian… 28
[26] Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir, (Surabaya:
Pustaka Progresif, 1997), hlm. 580.
[27] Masduha, Alfa>z{ Buku Pintar Memahami Kata-Kata Dalam Al-Qur’an, (t.t: Pustaka Al-Kautsar, t.th) hlm. 341.
[28] Hasanain Muhammad Makhluf, kamus al-Qur’an, (Bandung:
Penerbit Sinar Baru Algensindo, 2011), hlm. 410.
[29] Imam Jala>luddin
Al-Mahalli>, Imam Jala>luddin al-Suyu>thi>, Tafsi>r
Jala>lain, terj, Bahrun Abu Bakar, Juz 4, (Bandung: Penerbit Sinar Baru
Algensindo, 1990), hlm. 1986.
[30] Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz, Ulasan Lengkap Tawassul,
terj, Muhammad Iqbal Amrullah, Cet, V, (Jakarta: Darul Haq, 2016), hlm.7.
[31] AlFa-sa, Karsa Memurnikan Kalimat Tauhid La> Ila>ha Illa>
Alla>h Dalam Aqidah dan Ibadah, (Bangkalan: Pustaka Darusshalah,
2015), hlm. 237-239.
[32] Wahbah Az-Zuhaili>, Tafsi>r Al-Muni>r, terj, Abdu
Hayyie al-Kattani, dkk, Jilid 12, (Jakarta: Gema
Insani press, 2013), hlm. 217.
[33] Abdul Qadir Hasan, Kamus Al-Qur’an, (Jakarta;
tp., 1964), hlm. 64.
[34] Masduha, Alfa>z{ Buku Pintar Memahami Kata-Kata Dalam Al-Qur’an…340
[35] Muhamad Fuad ‘Abd al-Baqi, Mu’jam
al-Mufahras Li Alfas al-Qur’a>n, (Beirut:
Dar al-Fikr, 1992), hlm 421.
[36] Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemah,
(Bandung, PT Sygma Exagrafika, 2010), hlm. 564.
[37] Ibid., 234
[38]Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemah,. 432
[39] Ibid.,454
[40] Ibid.,455
[41] Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemah,.458
[42] Ibid.,686
[43] Ibid.,519
[44] Ibid.,371
[45] Ibid.,370
[46] Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Ensiklopedi Muslim, terj, Fadhil Bahri, (Bekasi: PT. Darul Falah, 2016), hlm. 70.
[47] Muhammad’id Al-Abbas, Abu Taitsal-Atsari, S}ahih Tawassul, (t.t: Akbar Media, t.th) hlm 13.
[48] Ibid.,14.
[49] Fauzi Faisal Bahreisy dkk, Buku Saku Olah Jiwa, (Jakarta:
Zaman, 2013), hlm. 178.
[50] Muhammad’id Al-Abbas, Abu Taitsal-Atsari, S}ahih Tawassul…15
[51] Kementrian Agama, Al-Qur’an dan
Terjemah…304
[52] Muhammad’id Al-Abbas, Abu Taitsal-Atsari, S}ahih Tawassul…15
[53] Rina Ulfatul Hasanah, Buku Pintar Muslim dan Muslimah, (t.t:
tp., t.th), hlm. 82
[54] Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Ensiklopedi Muslim, terj, Fadhil
Bahri…70.
[55] Sa’id bin Musfir Al-Qahthani, Buku Putih Syaikh Abdul Qadir
Al-Jailani, terj, Munirul Abidin, (Jakarta: CV Daril Falah, 2003), hlm.
450.
[56] Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemah…564
[57] HAMKA, Tafsi>r Al-Azhar, jilid 10 (Singapura: Pustaka Nasional PTE LTD, t.th),
hlm. 7553-7554.
[58] Wahbah Az-Zuhaili>,
Tafsi>r Al-Muni>r, terj, Abdu Hayyie al-Kattani,dkk, Jilid 15, (Jakarta: Gema
Insani press, 2013), hlm.59.
[59] Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemah…505.
[60] Ibid.,423-424
[61] Ibnu Jari>r Al-T}abari>, Tafsi>r Al-T{abari>, terj, Misbah
dkk, jilid 25, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), hlm. 300-301.
[62] Quraish Shihab, Tafsi>r al-Mis}ba>h, jilid, 14,
(Jakarta; Lentera Hati, 2002), hlm. 367.
[63] Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemah…234
[64] Quraish Shihab, Tafsi>r
al-Mis}ba>h…355
[65] Must{afa>
al-Mara>ghi>, Tafsi>r al-Mara>ghi>, terj. Bahrun Abu Bakar, Dkk. jilid XXII, (Semarang: CV Toha Putra, 1988), hlm. 184.
[66] HAMKA, Tafsi>r Al-Azhar, jilid 8 …3562.
[67] Ibid., 3562.
[68] Ibid.,3562.
[69] Wahbah Az-Zuhaili>,
Tafsi>r Al-Muni>r, terj, Abdu Hayyie al-Kattani,dkk, Jilid
6,..421
[70] Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemah,...
290.
[71]Ibid.,406.
[72] Ibnu Jari>r Al-T}abari>, Tafsi>r Al-T{abari>, terj, Misbah
dkk, jilid 14….361-362
[73] Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemah,.
432
[74] Must{}afa> al-Mara>ghi>, Tafsi>r al-Mara>ghi>, terj. Bahrun Abu Bakar, Dkk. jilid XXII…150
[75] HAMKA, Tafsi>r Al-Azhar, jilid 8….5865
[76] Wahbah Az-Zuhaili>,
Tafsi>r Al-Muni>r, terj, Abdu Hayyie al-Kattani,dkk, Jilid 11…516-517.
[77] Ibnu Jari>r Al-T}abari>, Tafsi>>r Al-T{abari>, terj, Misbah,
dkk, jilid 21...428-429.
[78] Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemah…454
[79] Ibid., 455.
[80] Must{afa>
al-Mara>ghi>, Tafsi>r al-Mara>ghi>, terj. Bahrun Abu Bakar, Dkk. Jilid XXIII…201
[81] Ibid.,225.
[82] Quraish Shihab, Tafsi>r al-Mis}ba>h….366
[83] HAMKA, Tafsi>r Al-Azhar, jilid 8…6165-6166.
[84] Ibid.,6192.
[85] Wahbah Az-Zuhaili>, Tafsi>r Al-Muni>r, terj, Abdu
Hayyie al-Kattani, dkk, Jilid 12…174.
[86] Ibid.,187.
[87] Ibnu Jari>r Al-T}abari>, Tafsi>r Al-T{abari>, terj, Misbah,
dkk, jilid 21…186
[88] Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemah….
458
[89] HAMKA, Tafsir Al-Azhar, jilid
8…6241-6242.
[90] Wahbah
Az-Zuhaili>, Tafsi>r Al-Muni>r, terj, Abdu Hayyie
al-Kattani, dkk, Jilid 12, 219
[91] Quraisy Shihab, Tafsi>r Al-Mis}hbah…185.
[92] Must}{a>fa> al-Mara>ghi>, Tafsi>r al-Mara>ghi>, jilid 2…262.
[93] Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Tafsi>r
Mafa>tih al-Ghayb, Jilid , 26, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1981),
hlm. 241-242.
[94] Ibnu
katsi>r, Tafsi>r Al-Qur’a>n al-‘Adz}i>m, (t.t:
Dar Thibah Li an- Nasyr wa al-Tauzi, 1999), hlm.
[95] Ibnu Jari>r Al-T}abari>, Tafsi>r Al-T{abari>, terj, Misbah
dkk, jilid 22…278
[96] Nuim Hidayat, Sayyid Qut}b Biografi dan
Kejernihan Pemikirannya, (Jakarta: Gema Insani, 2005), hlm, 15-16.
[97] Mujiatun Ridawati, “Metode Sayyid Qut{b dalam
Menafsirkan Ayat-ayat Mengenai Kepemilikan dan Harta, Jurnal al-Huda,
Volume 10, No. 2, 2019, 112.
[98]Nuim Hidayat, Sayyid
Qut}b Biografi dan
Kejernihan Pemikirannya. 116
[99] Nuim Hidayat, Sayyid Qut}b Biografi dan
Kejernihan Pemikirannya…16-18.
[100] Kejutan Budaya atau gegar budaya merupakan istilah yang digunakan
bagi menggambarkan kegelisahan dan perasaan (terkejut, kekeliruan, dll.) yang dirasakan apabila seseorang
tinggal dalam kebudayaan yang berlainan sama sekali, seperti ketika berada di
negara asing. Perasaan ini timbul akibat kesukaran dalam asimilasi kebudayaan baru, menyebabkan seseorang sulit mengenali apa yang wajar
dan tidak wajar. Sering kali perasaan ini digabung dengan kebencian moral atau
estatik yang kuat mengenai beberapa aspek dari budaya yang berlainan atau
budaya baru tersebut.Istilah ini mulai diperkenalkan pertama kali pada
tahun 1954 oleh Kalvero Oberg.
[101] Nuim Hidayat, Sayyid Qut}b Biografi dan
Kejernihan Pemikirannya…43-44
[102] Ibid.,41-42.
[103] Sri Aliyah, “Kaidah-Kaidah Tafsi>r Fi>
Z{ila>lil Qur’a>n”, Jurnal Jia, Vol. X1V, No. 2 Tahun 2013,41
[104] Nuim Hidayat, Sayyid Qut}b Biografi dan
Kejernihan Pemikirannya. 9.
[105] Ibid.,46.
[106] Nuim Hidayat, Sayyid Qut}b Biografi dan
Kejernihan Pemikirannya…47
[107] Ibid.,12
[108] Ibid.,46
[109] Nuim Hidayat, Sayyid Qut}b Biografi dan Kejernuhan Pemikirannya…21-24
[110] Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemah…564
[111] Sayyid
Qut{b Tafsi>r
Fi> Z{ila>lil Qur’a>n, terj, As’ad
Yasin, dkk, juz 11. (Jakarta: Gema Insani press, 2004), hlm.371.
[112] Ibid.,371.
[113] Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemah…234
[114] Sayyid Qut{b Tafsi>r Fi> Z{ila>lil
Qur’a>n, terj, As’ad
Yasin, dkk, juz 6…284
[115] Ibid.,284
[116] Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemah…432
[117] Sayyid Qut{b Tafsi>r Fi> Z{ila>lil
Qur’a>n, terj, As’ad
Yasin, dkk, juz 9...327.
[118] Ibid.,327
[119] Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemah..454.
[120] Ibid.,455.
[121] Sayyid
Qut{b Tafsi>r
Fi> Z{ila>lil Qur’a>n, terj, As’ad
Yasin, dkk, juz 10….43.
[122] Ibid.,43.
[123] Ibid.,47.
[124] Ibid.,46-47
[125] Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemah…458
[126] Sayyid
Qut{b Tafsi>r
Fi> Z{ila>lil Qur’a>n, terj, As’ad
Yasin, dkk, jilid 11... 65
[127] Sayyid
Qut{b Tafsi>r
Fi> Z{ila>lil Qur’a>n, terj, As’ad
Yasin, dkk, jilid 11... 65
[128] Ibid.,66
[129] Metode tafsi>r bi ar-ra'yi al-maz{mu>m adalah melakukan
penafsiran dengan akal yang dilarang karena bertumpu pada penafsiran makna
dengan pemahamannya sendiri. Dan istinbâth (pegambilan hukum) hanya menggunakan
akal/ logika semata yang tidak sesuai dengan nilai-nilali syariat Islam
[130] Mujiatun Ridawati, “Metode Sayyid Qut{b dalam
Menafsirkan Ayat-Ayat Mengenai Kepemilikan dan Harta, Jurnal al-Huda,
Volume 10, No. 2, 2019, 115
[131] M. Fajrul Munawwir, “Sayyid Quṭb dan tafsir Jahiliyah,” Jurnal
Dakwah, Vol. XI, No. 1 Tahun 2011, 88.
[132] Sayyid
Qut{b Tafsi>r
Fi> Z{ila>lil Qur’a>n, terj, As’ad
Yasin, dkk, jilid 1... 16
[133] Ibid.,20
[134] Mujiatun Ridawati, “Metode Sayyid Qut{b dalam
Menafsirkan Ayat-Ayat Mengenai Kepemilikan dan Harta, Jurnal al-Huda,
Volume 10, No. 2, 2019, 116
[135] Shalah Abdul Fattah al-Khalidi, Pengantar
Memahami Tafsi>r Fi> Z}hila>l
al-Qur’a>n, (Solo: Era Intermedia, 2001), hlm. 118.
[136] Sayyid Qut}ub, Tafsi>r Fi> Zila>lil Qur’a>n, terj, As’ad Yasin, dkk, jilid 1, (Jakarta:
Gema Insani press, 2004), hlm. 128. Dan jilid 4 hlm. 2039.
[137] Ibid., hlm. 129-139
[138] Muhsin Mahfud, Fī Ẓila>l Al-Qur’a>n Tafsi>r
Gerakan
Sayyid Qut}b, Tafsere, Vol.1, No. (2013), 127-130.
[139] Lukman Nul hakim, Buku Dasar Metodologi dan Kaidah-Kaidah Tafsir,
(Palembang: IAIN R.F., t.p, 2007), hlm. 73.
[140] M. Fajrul Munawwir, “Sayyid Quṭb dan tafsir Jahiliyah,” Jurnal
Dakwah, Vol. XI, No. 1 Tahun 2011, 88
[141] Sri Aliyah, “Kaidah-Kaidah Tafsi>r Fi>
Z{ila>lil Qur’a>n”, Jurnal Jia, Vol. X1V, No. 2 Tahun 2013, 50
[142] Mujiatun Ridawati, “Metode Sayyid Qut{b dalam
Menafsirkan Ayat-Ayat Mengenai Kepemilikan dan Harta, Jurnal al-Huda,
Volume 10, No. 2, 2019, 116
[143] Syukron Affani,
Tafsir Al-Qur’an dalam sejarah perkembangannya, (Jakarta: Kencana, 2019),
48.
[144] Ayyub Mahmud, Quran
dan Para Penafsirnya, (Jakarta: Pustaka Firdaus,1992), hlm. 171.
[145] Ibid.,171
[146] Ayyub Mahmud, Quran
dan Para Penafsirnya…52-54.
[147] Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemah,
(Bandung: PT Sygma Exagrafika, 2010), hlm. 564
[148] Sayyid
Qut{b Tafsi>r
Fi> Z{ila>lil Qur’a>n, terj, As’ad
Yasin, dkk, juz 11. (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hlm. 371.
[149] Ibid.,371
[150] HAMKA, Tafsi>r
Al-Azhar, jilid 10 (Singapura: Pustaka Nasional PTE LTD, t.th),
hlm.7553-7554.
[151] Wahbah Az-Zuhaili>,
Tafsi>r Al-Muni>r, terj, Abdu Hayyie
al-Kattani, dkk, Jilid 15, (Jakarta: Gema Insani Press, 2013), hlm.59.
[152] Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemah,..
505
[153] Ibid,.423-424.
[154] Ibnu Jari>r Al-T}abari>, Tafsi>r Al-T{abari>, terj, Misbah
dkk, jilid 25, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), hlm. 300-301.
[155] Quraish Shihab, Tafsi>r al-Mis}ba>h, jilid, 14,
(Jakarta; Lentera Hati, 2002), hlm. 367.
[156] Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemah…234
[157] Sayyid Qut{b Tafsi>r Fi> Z{ila>lil
Qur’a>n, terj, As’ad
Yasin, dkk, juz 6…284
[158] Quraish Shihab, Tafsi>r al-Mis}ba>h,..355
[159] Must{a>fa>
al-Mara>ghi>, Tafsi>r al-Mara>ghi>, terj. Bahrun Abu Bakar, dkk. jilid XXII, (Semarang: CV Toha Putra, 1988),
hlm. 184.
[160] HAMKA, Tafsi>r
Al-Azhar, jilid 8…3562
[161] Ibid.,3562.
[162] Ibid.,3562.
[163] Wahbah Az-Zuhaili>,
Tafsi>r Al-Muni>r, terj, Abdu Hayyie al-Kattani, dkk, Jilid 6, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2013), hlm. 421.
[164] Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemah,…290
[165] Ibid.,406.
[166] Ibnu Jari>r Al-T}abari>, Tafsi>r Al-T{abari>, terj. Misbah,
dkk, jilid 14,…361-362
[167] Rina Ulfatul Hasanah, Buku Pintar Muslim dan Muslimah, (t.t:
tp., t.th), hlm. 82.
[168] Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemah…432
[169] Sayyid Qut{b, Tafsi>r Fi> Z{ila>lil
Qur’a>n, terj, As’ad
Yasin, dkk, juz 9…327
[170] Must{a>fa> al-Mara>ghi>, Tafsi>r al-Mara>ghi>, terj. Bahrun Abu Bakar, dkk. jilid XXII,…150
[171] HAMKA, Tafsi>r
Al-Azhar, jilid 8 …5865
[172] Wahbah
Az-Zuhaili>, Tafsi>r Al-Muni>r, terj, Abdu
Hayyie al-Kattani, dkk, Jilid 11…516-517
[173] Ibnu Jari>r Al-T}abari>, Tafsi>r Al-T{abari>, terj, Misbah,
dkk, jilid 21….428-429
[174] Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemah,…454.
[175] Ibid., 455.
[176] Sayyid Qut{b, Tafsi>r Fi> Z{ila>lil
Qur’a>n, terj, As’ad
Yasin, dkk, juz 10….43.
[177] Ibid.,47.
[178] Must{a>fa>
al-Mara>ghi>, Tafsi>r al-Mara>ghi>, terj. Bahrun Abu Bakar, dkk. Jilid XXIII,...201.
[179] Ibid.,225.
[180] Quraish Shihab, Tafsi>r al-Mis}ba>h…366.
[181] HAMKA, Tafsi>r Al-Azhar, jilid 8 ..6165-6166.
[182] Ibid.,6192.
[183] Wahbah Az-Zuhaili>,
Tafsi>r Al-Muni>r, terj, Abdu Hayyie al-Kattani, dkk, Jilid 12…174.
[184] Ibid.,187.
[185] Ibnu Jari>r Al-T}abari>, Tafsi>r Al-T{abari>, terj, Misbah,
dkk, jilid 21…186
[186] Sayyid Qut{b, Tafsi>r Fi> Z{ila>lil
Qur’a>n, terj, As’ad
Yasin, dkk, juz 10…47
[187] Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemah…458
[188] Sayyid
Qut{b, Tafsi>r
Fi> Z{ila>lil Qur’a>n, terj, As’ad
Yasin, dkk, juz 11…65.
[189] Ibid.,65.
[190]Ibid.,66.
[191] HAMKA, Tafsir Al-Azhar, jilid 8…6241-6242.
[192] Wahbah Az-Zuhaili>, Tafsi>r Al-Muni>r, terj, Abdu Hayyie al-Kattani, dkk, Jilid
12,...219
[193] Quraisy Shihab, Tafsi>r
Al-Mishba>h,…185.
[194] Ahmad Must{a>fa> al-Mara>ghi>, Tafsi>r al-Mara>ghi>, jilid 2,..262.
[195] Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Tafsi>r
Mafa>tih al-Ghayb, Jilid , 26, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1981),
hlm. 241-242.
[196] Ibnu
katsi>r, Tafsi>r Al-Qur’a>n al-‘Az}i>m, (t.t:
Dar Thibah Li an- Nasyr wa al-Tauzi, 1999), hlm.
[197] Ibnu Jari>r Al-T}abari>, Tafsi>r Al-T{abari>, terj, Misbah, dkk, jilid 22,….278
[198] Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemah…210
[199] Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemah,.458
[200] Muhammad
bin Abdul
Wahhab, Perilaku dan Akhlak Jahiliyah,
terjm, Hasan Husain Bahana dan Rusydi abu Salamah, (Pekalongan: Pustaka
Sumayyah, 2013), hlm. 13-14.
[201] Muhammada
bin abdul Wahhab, Perilaku dan Akhlak
Jahiliyah, terjm, Hasan Husain Bahana dan Rusydi abu Salamah, (Pekalongan:
Pustaka Sumayyah, 2013), hlm. 15.
[202] Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemah,.251
[203] M. Misbahul Mujib, “Fenomena Tradisi Ziarah Lokal dalam Masyarakat
Jawa: Kontestasi Kesalehan, Identitas Keagamaan dan Komersial” IBDA` :
Jurnal Kajian Islam dan Budaya 14, no. 2 (2016): 207.
[204] Asmaran, “Membaca
Fenomena Ziarah Wali di Indonesia: Memahami Tradisi Tabarruk dan Tawassul,” Jurnal Al-Banjari, Vol. 17, No. 2, Juli-Desember 2018, 173-175
[205] Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemah…113
[206] Sayyid Qut{b, Tafsi>r Fi> Zi}la>lil
Qur’a>n, terj, As’ad Yasin, dkk,
jilid 11, (Jakarta: Gema Insani press, 2004), hlm. 65.
[207] Ibid.,65.
[208] Sayyid
Qut{b, Tafsi>r
Fi> Z{ila>lil Qur’a>n, terj, As’ad
Yasin, dkk, juz 11…65.
[209] Sayyid
Qut{b, Tafsi>r
Fi> Z{ila>lil Qur’a>n, terj, As’ad
Yasin, dkk, juz 11…64
[210] Ibid.,217
[211] Alfa-sa, Karsa Memurnikan Kalimat Tauhid La> Ila>ha Illa>
Alla>h Dalam Aqidah dan Ibadah, (Bangkalan: Pustaka Darusshalah,
2015), hlm. 237-239.
[212] Ibnu Jari>r Al-T}abari>, Tafsi>r Al-T{abari>, terj, Misbah
dkk, jilid 4, hlm. 567.
[213] Tauhid Uluhiyah merupakan bentuk ibadah hanya kepada Allah, dan
meninggalkan sesembahan selain-Nya. Ibadah itu sendiri harus dibangun atas
dasar cinta dan peng-Agungan kepadaNya. Tauhid Uluhiyyah bisa juga dikatakan Tauhiidul ‘Ibaadah yang
berarti mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui segala pekerjaan hamba,
yang dengan cara itu mereka dapat mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
[214] Sayyid
Qut{b, Tafsi>r
Fi> Z{ila>lil Qur’a>n, terj, As’ad
Yasin, dkk, juz 2…405
[215] Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemah…88
[216] Ibid.,72
[217] Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani, Paham-Paham Yang
Harus Diluruskan,..53-54.
[218] Ibid.,
54,
[219] Quraisy Shihab, Tafsi>r
Al-Mis}ba>h,…109.
[220] Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani, Paham-Paham Yang
Harus Diluruskan, (t.t: t.p, t.th), hlm. 43-44
[221] Sirajuddin
Abbas, Wal-Jama’ah I’itiqad Ahlussunnah (Kelantan: Pustaka Aman Press
Sdn. Bhd., 1978), 283-284
[222] Muhammad
Al-Maliki Al-Hasani, Meluruskan Kesalahpahaman Seputar Bid’ah, Syafa’at,
Takfir, Tasawuf. Tawassul, dan Ta’zhim (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2002), 139-141
[223] Ibid.,
54,
[224] Badriyah, Ayat-ayat
Tawassul dalam Perspektif Muhammad bin Abdul Wahab, (Skripsi S1 IAIN
Walisongo, 2009).
[226] Jalaluddin
Muhamamd Al-Mahalli dan Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi, Tafsir Jalalain, Jilid
1, hlm, 448 & Jilid 2, hlm, 325.
[227] HAMKA, Tafsi>r
Al-Azhar, jilid 3, hlm.1723-1728.
0 Response to "ZULFA DAN RELEVANSINYA DENGAN MASA KINI (Studi Tematik Ayat-ayat Zulfa dalam Tafsir Fi Zilal al-Qur’an Karya Sayyid Qutb)"
Posting Komentar